Menu Tab

  • BERANDA
  • PUISI
  • MOTIVASI
  • INDOOR
  • OUTDOOR

Selasa, 27 September 2016

TADABBUR PENDIDIKAN II

Selusur Kuala Lumpur - Malaysia MENUJU Hat Yai - Thailand


Hari ke-2, setelah bersilaturahmi dengan pejuang pendidikan ISLAM di madrasah Al-Irsyad, dan berjalan-jalan di National University of Singapore kami naik bus kampus menuju stasiun MRT. Perjalanan menuju Thailand akan ditempuh rombongan dengan naik bus dari stasiun bus Johor Bahru. Tetapi sekali lagi aku memutuskan berbeda dari mereka. Perjalanan Johor Bahru – Thailand hampir 13 jam. Surat yang aku emailkan ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) meminta kami untuk hadir di hari efektif sekolah. Setelah melihat jadwal penerbangan Kuala Lumpur – Hat yai pas dengan jadwal kedatangan grup di Hat Yai. Aku mencoba mengatur jadwal, bus Johor Bahru – Kuala Lumpur, kemudian lanjut flight Kuala Lumpur – Hat yai. Lagi pula jadwal grup hanya observasi pasar murah di Hatyai, jadi tidak masalah kalau aku ketinggalan acara hunting pasar Hat Yai. Aku bisa sisipkan agenda itu besok, pikirku.



Di Johor bahru, ada teman dari desa yang baik hati menjemput dan mengajak bersilaturahmi ke keluarga di Johor Bahru. Kami sangat senang karena bertemu di Negara orang lain. Kami makan bersama dan bercerita sambil menunggu jadwal bus pk 00.00 dan diperkirakan sampai di BTS atau Bandar Tasik Selatan pada pukul 05.00. Ya, aku memilih jadwal ini dengan alasan sederhana, mandi di Flat keluarga, istirahat di bus, pagi tidak perlu mandi. Hahaha … Bus dari Johor Bahru – Bandar Tasik Selatan sangat nyaman. Aku langsung terlelap Dan, tepat waktu! Pk 04.50 bus sudah berhenti di BTS. Segera aku mencari toilet dengan tulisan TANDAS (bahasa melayu), mushollah dengan tulisan surau adalah pilihan pertama. Sholat subuh dilaksanakan  tanpa berjamaah, mungkin karena menghormati tata cara sholat yang berbeda di antara jamaah. Seusai sholat, aku mempelajari rute di stasiun yang sangat besar ini. BTS merupakan terminal yang menghubungkan kita dengan berbagai jenis alat transportasi dan destinasi tempat wisata.

Setelah memahami petunjuk, bersama seorang kawan guru aku membeli karcis KTM seharga 2.40 ringgit. Letak sekolah yang akan kami kunjungi hanya bersebelahan dengan stasiun Putra. Insha Alloh kami akan mudah menemukan sekolah tersebut. Pk 06.00 loket tiket dibuka, KTM berjalan dengan aman dan nyaman. Jika kita mau ke destinasi terakhir, sebenarnya kita akan bertemu wisata Batu Caves. Namun, aku bukan wisata biasa melainkan wisata pendidikan. Stasiun putra termasuk stasiun kecil dan tenang.  Benar! Saat melihat bendera Merah Putih berkibar di lokasi layaknya perayaan 17 Agustus, aku melihat tidak hanya satu bendera, dan perasaanku seperti menemukan kampung halaman.



Kami diterima dengan sangat hangat, kue, teh manis, dan keramahan asli Indonesia! Gedung eksotik peninggalan penjajah menjadi daya tarik tersendiri. Berkeliling dan masuk kelas menjadi pengalaman tersendiri. Aura perjuangan pendidikan untuk rakyat Indonesia di Negara orang lain. (Nah, bagian detail juga tidak bisa saya tulis di sini).

Setelah berbincang, berkeliling, dan berbagi pengalaman kurikulum 2013 yang diterapkan di SIKL, tidak terasa waktu sudah menunjukkan pk 10.15. Dan, kami masih punya waktu sekitar 4 jam sebelum check in di bandara KLCC. Humas SIKL yang menerima kami mengusulkan mampir dulu di pasar seni, karena aku bertanya tentang di mana membeli bendera dari berbagai Negara. Lagi pula stasiun pasar seni terletak sebelum KL Sentral. Jadi kami bisa mampir sejenak di pasar seni mencari bendera dan menikmati pasar yang baru buka.

Aku tidak terbiasa membeli oleh-oleh saat melakukan perjalanan. Hmm, bukan karena pelit atau tidak romantis, iya sih aku tidak romantis. Hahaha … Sebenarnya karen aku lebih nyaman membawa tas backpack yang pastinya tidak cukup mampu menampung banyak barang. Tas backpack aku isi 3 potong baju dan 3 bawahan dengan perjalanan 5 hari, 2 paket souvenir dari Indonesia untuk 2 sekolah yang kami kunjungi. Aku punya sih tas backpack yang mampu menampung 15 Kg. Tapi dalam kondisi perjalanan berkeliling itu tantangan tersendiri, jadi MAAF … bagi yang berharap oleh-oleh dari saya, saya tidak mampu memenuhinya. Hehehe …

Setelah menikmati pasar seni selama 1 jam 30 menit, kami menuju KL sentral yang selalu ramai. Kami segera mencari loket tiket menuju KLCC, seseorang mengarahkan kami pada mesin tiket. Dengan memasukkan 3 lembar seringgit, kami mendapatkan 1 koin biru dan kembalian. Koin itulah yang kami gunakan untuk transportasi menuju KLCC dengan naik monorail. Dari KLCC kami lanjut membeli tiket menuju KLIA 2 untuk fliht ke Hat Yai. Dengan membayar 10.65 ringgit satu jam perjalanan menuju KLIA 2 aman dan lancar. KLIA 2 ternyata sangat luas dan berkelok-kelok untuk mencapai ruang tunggu pesawat Air Asia. Aku membayangkan KLIA 2 ini 100 kali lipat luas sekolah di mana aku mengajar. Sebagai orang desa aku masih terperangah dan harus selalu membaca informasi yang tersebar di sana sini.



Penerbangan Kuala Lumpur – Hat Yai ditempuh dalam 1.20 menit, airasia cukup lancar dan nyaman. Bandara Hat yai tidak ramai, check passport lancar dan cepat. Kami segera naik taxi menuju Red Planet hotel, tempat inap yang nyaman di tengah kota dan dikelilingi pasar tradisional sekaligus pasar modern. Dalam perjalanan menuju Red Planet, aku mencoba berkomunikasi dengan pak sopir, ooooh … kami seperti dua orang asing yang saling berusaha memahami bahasa dan keinginan masing-masing. Hahaha …. Negara baru, suasana baru, komunikasi baru, dan budaya baru. Tapi, akhirnya kami saling memahami kesulitan ini dan tetap tertawa bersama hingga Red Planet hotel kami temui.
Makanan halal dijual di beberapa sudut gang dan mereka sangat memahami orang-orang yang memakai jilbab sepertiku. Jalan-jalan sendiri di malam hari cukup aman asal tidak terlalu malam, bagiku pk 09.00 di Hat Yai sudah cukup. Saat berjalan-jalan hindarilah beberapa sudut yang ada kedai makanan dengan minuman keras. Beberapa orang bebas minum-minum meski mereka belum terlihat mabuk. Sudahlah, yang penting aku sudah belajar budaya, bagaimana komunikasi cukup sulit di Hat Yai, beli di took dengan produk makanan dengan merk yang tertulis dalam bahasa Thailand. Sungguh tidak aku pahami … hahaha … untuk kemanan halal, aku selalu pilih makanan yang berhubungan dengan laut. Aku menikmati malam di Hat Yai dengan puas karena bisa menikmati jalanan sebagai pelancong.




Pagi yang cerah, aku mengabadikan suasana pagi berbatas jendela kaca kamar lantai 5. Cuaca panas sangat terasa di Hat Yai, sedikit menyengat dan sepertinya telah melegamkan warna kulit menjadi semakin eksotis. Grup bersiap diri menuju Songkla University dengan transportasi khas di sana, Tuk Tuk! Negosiasi harga terlihat sulit karena bahasa yang tidak mudah dipahami. Setiap orang harus membayar 20 baht untuk sampai di Songkla University. Sepanjang perjalanan aku sangat tidak nyaman dengan kabel-kabel listrik yang terlihat sangat tidak teratur. Namun, sesampainya di Sonkla, aku terbelalak melihat kampus yang begitu luas. Sebenarnya di Indonesia juga ada sih, namun tetap ini lebih besar.


Kali ini aku melihat anak-anak muda yang berseragam, bawahan hitam, atas putih. Nah, meski mahasiswa mereka masih berseragam. Dan ini di semua universitas Thailand, hanya saja di Songkla masih sangat banyak mahasiswi yang berjilbab. Ya, kampus ini masih memiliki banyak mahasiswa muslim karena daerah Songkla prosentase muslim masih cukup banyak. Namun, aku tetap tidak mampu mendengar suara adzan secara langsung. Dan itu bisa dipahami, berada di Negara yang tetap yakin dengan penyembahan pada makhluk yang diyakini memiliki kekuatan dari Tuhan. Aku diam tapi bergerak, bergerak tapi diam. Hehehe …










Yang “menarik” dari Hat Yai, aku melihat kabel-kabel listrik berseliweran di sana sini. Entah karena tidak ada yang mengusulkan ketertiban tata kota atau bagaimana. Terlihat menyeramkan karena di tengah jalan besar pun, kabel dengan seenaknya menggelantung seperti siap menjadi jemuran pakaian. Gedung yang cukup eksotik dengan desain dan warna-watni yang menggugah semangat, menjadi terlihat membahayakan karena kondisi kabel. Semoga saat aku bisa berkunjung kembali ke Thailand, pemandangan ini akan berubah dengan kondisi yang lebih rapi.


Panas matahari menyengat kulit, Jum’at berlalu tanpa ibadah sholat jum’at bagi para laki-laki. Semoga menjadi pembelajaran pada masing-masing diri. Kampus yang luas dan besar, mahasiswa yang terlihat imut-imut, dan suasana kantin yang ramai. Aku memilih minum teh Thailand dengan harga 10 baht. Penjaga took menunjukkan kalkulator agar aku bisa baca harga segelas teh. Cara yang sederhana dalam berkomunikasi. Setelah berkeliling kampus, waktunya persiapan perjalanan kembali ke Kuala Lumpur. Kamin singgah di masjid Sahe Pakistan, sepertinya satu-satunya masjid di sana. Dan memang, di masjid ini ada banyak wajah tampan dengan kulit yang cukup bersih dan hidung mancung, mata tajam, dan berjenggot. Letak masjid ini berasa di daerah yang cukup ramai, karena seberang jalan masjid sudah ada lapak-lapak pedagang. Dari masjid aku menyusuri jalanan menuju hotel untuk mengambil tas. 





Sebelum jam berangkat, kami masih bisa membeli sesuatu minimal souvenir sebagai kenangan dan hadiah. Waktu 3 jam sangat cukup untuk memilih dan membeli, aku tidak mudah tertarik dengan sesuatu, karena lembar 100 bhat ku masih cukup aku beli beberapa barang. Seorang penjual yang sudah cukup tua menarik tanganku, menjelaskan produk, dan memintaku membeli. Beliau memberi harga, menurunkan harga sendiri, dan aku tidak bisa tidak membelinya. Perjuangan yang luar biasa, bonus dengan pelukan sebelum kami berpisah. Naik bus menjadi pilihan yang nyaman, dengan kursi 1 banding 2 para penumpang dangat nyaman. Pak sopir juga memberi kesempatan penumpang untuk makan malam, aku tidak cukup selera makan. Mungkin karena telah terbiasa makan maksimal 2 kali sehari, jadi cukup untuk menyimpan tenaga tidur hingga Bandar Tasik Selatan. 





Jangan terlalu terlelap ya, karena kita akan melakukan check passport lagi, keluar dari Thailand menuju Malaysia!



Bersambung ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar