Menu Tab

  • BERANDA
  • PUISI
  • MOTIVASI
  • INDOOR
  • OUTDOOR

Rabu, 28 September 2016

TADABBUR PENDIDIKAN III

Pribadi yang Berarti


Pukul 05.00 waktu Malaysia kami sampai di Bandar Tasik Selatan. Ini berarti dua hari berturut-turut aku singgah di BTS, namun kali ini aku agak resah karena merasa ingin bersih diri. Dan aku memilih tissue basah untuk bersih diri, ganti baju terakhir dan sholat subuh. Dengan perhitungan waktu menghadiri acara seminar, aku tidak mungkin melakukan bersih diri di KL Central, meski ada  fasilitas tersebut. Ya sudahlah, yang penting semua suci dan siap belajar sambil mengingat idealism saat menjadi mahasiswa fakultas ilmu politik dan hukum pidana! Sereeeem! Hahaha …. Iya, karena seminar kali ini membedah pemikiran reformis Muhammad Asad.


KL sentral selalu ramai, dengan persiapan grup yang tidak sama kecepatannya maka belajar menyesuaikan ritme itu sangat penting. KLCC adalah tujuan kami, karena tempat seminar berada di Concord Hotel yang berseberangan dengan gedung Suriah dan Twin Tower. Dari KLCC kami jalan kaki, dan aku sangat suka dengan suasana jalan kaki. Kita bisa menikmati jalanan dan membaca tanda-tanda di jalanan, membuat suasana seperti penjelajahan. Mirip seperti perjalanan Dora saat mencari lokasi dan minta bantuan si peta kan? Hahaha ….


3 menit sebelum sampai area parkir hotel Concord, kita akan menemukan warung-warung kaki lima berjajar. Hmm, aroma masakan sedap dan membuat rasa lapar hadir. Jam tangan sudah menunjukkan pk 09.45, seminar dijadwalkan pk 10.00, itu berarti jangan mampir warung dulu! Luruskan niat untuk mencari ilmu!

Kedatangan kami disambut kue pastry, teh, dan kopi. Setelah mengisi form kehadiran aku memilih duduk sambil makan kue. Dan, tentu saja aku gak mau rugi .. aku duduk di deretan kursi kedua agar bisa konsentrasi dan mendengarkan dengan seksama. Jauh-jauh dari Indonesia untuk hadir dalam seminar kok milih kursi terakhir, rugiiiiii!!!!


Pemikiran Muhammad Asad dijelaskan dari berbagai sisi. Mulai dari biografi, pemikiran, kontribusi dalam dunia Islam, dan tentu saja dalam mewarnai kehidupan budaya. Aku tidak perlu menjelaskan detail tentang ini. Hanya aku tetap harus mengungkapkan kekagumanku pada orang-orang yang suka berpikir, bertindak, dan berevaluasi. Satu lagi, meski keilmuan mereka sudah tidak diragukan mereka adalah kaum berilmu dan suka mencari ilmu. Sungguh damai bersama pribadi-pribadi demikian, dan malu rasanya jika aku tidak bergerak, belajar, dan belajar.


Waktunya menikmati warung … hehehe …. rasa makanannya enak dan murah. Aku cukup mengeluarkan uang 8 ringgit dan bisa makan menu ikan dan es teh tarik. Di saat panas ini sungguh menyegarkan! Pikiranku sudah melayang dengan janji bertemu muridku di KL Sentral … Namun, ada beberapa hal yang harus kuperhatikan dan kupelajari. Aku berada dalam sebuah rombongan dan harus belajar untuk menghormati kondisi. Setelah beberapa kali pose di lokasi air berjoget dan mendapatkan background foto Menara kembar. Kami bergegas ke stasiun KLCC, namun … 1 jam aku sudah membiarkan muridku menunggu. Aku terpaksa mengambil keputusan berangkat ke KL Sentral terlebih dahulu dan rela ke KLIA sendiri, itu resiko dan tanggung jawabku.


Bertemu murid angkatan Ke-III di mana aku menjadi guru hingga saat ini adalah hal yang sangat istimewa. Kami bercengkrama dan saling sharing keadaan sekolah. Pemikiran muridku ini cukup visioner dan mampu memilih dan memilah hal-hal yang ia butuhkan. Kami hanya bisa menikmati ice cream di Franco selama satu jam. Karena aku harus ke KLIA melalui jalur kereta express agar tidak ketinggalan check in di bandara. Ups, low bat dan benar-benar low … Beruntung karena sehari sebelumnya aku menghafal rute di KLIA 2, aku sangat lancar dan bisa berada di ruang tunggu 1 jam sebelum keberangkatan.



Pengalaman yang luar biasa dan lain waktu aku berharap bisa menjadi teman seperjalanan yang lebih menyenangkan … Bismillah … Kembali ke negeri sendiri harus lebih berarti.  Amin…  

Selasa, 27 September 2016

TADABBUR PENDIDIKAN II

Selusur Kuala Lumpur - Malaysia MENUJU Hat Yai - Thailand


Hari ke-2, setelah bersilaturahmi dengan pejuang pendidikan ISLAM di madrasah Al-Irsyad, dan berjalan-jalan di National University of Singapore kami naik bus kampus menuju stasiun MRT. Perjalanan menuju Thailand akan ditempuh rombongan dengan naik bus dari stasiun bus Johor Bahru. Tetapi sekali lagi aku memutuskan berbeda dari mereka. Perjalanan Johor Bahru – Thailand hampir 13 jam. Surat yang aku emailkan ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) meminta kami untuk hadir di hari efektif sekolah. Setelah melihat jadwal penerbangan Kuala Lumpur – Hat yai pas dengan jadwal kedatangan grup di Hat Yai. Aku mencoba mengatur jadwal, bus Johor Bahru – Kuala Lumpur, kemudian lanjut flight Kuala Lumpur – Hat yai. Lagi pula jadwal grup hanya observasi pasar murah di Hatyai, jadi tidak masalah kalau aku ketinggalan acara hunting pasar Hat Yai. Aku bisa sisipkan agenda itu besok, pikirku.



Di Johor bahru, ada teman dari desa yang baik hati menjemput dan mengajak bersilaturahmi ke keluarga di Johor Bahru. Kami sangat senang karena bertemu di Negara orang lain. Kami makan bersama dan bercerita sambil menunggu jadwal bus pk 00.00 dan diperkirakan sampai di BTS atau Bandar Tasik Selatan pada pukul 05.00. Ya, aku memilih jadwal ini dengan alasan sederhana, mandi di Flat keluarga, istirahat di bus, pagi tidak perlu mandi. Hahaha … Bus dari Johor Bahru – Bandar Tasik Selatan sangat nyaman. Aku langsung terlelap Dan, tepat waktu! Pk 04.50 bus sudah berhenti di BTS. Segera aku mencari toilet dengan tulisan TANDAS (bahasa melayu), mushollah dengan tulisan surau adalah pilihan pertama. Sholat subuh dilaksanakan  tanpa berjamaah, mungkin karena menghormati tata cara sholat yang berbeda di antara jamaah. Seusai sholat, aku mempelajari rute di stasiun yang sangat besar ini. BTS merupakan terminal yang menghubungkan kita dengan berbagai jenis alat transportasi dan destinasi tempat wisata.

Setelah memahami petunjuk, bersama seorang kawan guru aku membeli karcis KTM seharga 2.40 ringgit. Letak sekolah yang akan kami kunjungi hanya bersebelahan dengan stasiun Putra. Insha Alloh kami akan mudah menemukan sekolah tersebut. Pk 06.00 loket tiket dibuka, KTM berjalan dengan aman dan nyaman. Jika kita mau ke destinasi terakhir, sebenarnya kita akan bertemu wisata Batu Caves. Namun, aku bukan wisata biasa melainkan wisata pendidikan. Stasiun putra termasuk stasiun kecil dan tenang.  Benar! Saat melihat bendera Merah Putih berkibar di lokasi layaknya perayaan 17 Agustus, aku melihat tidak hanya satu bendera, dan perasaanku seperti menemukan kampung halaman.



Kami diterima dengan sangat hangat, kue, teh manis, dan keramahan asli Indonesia! Gedung eksotik peninggalan penjajah menjadi daya tarik tersendiri. Berkeliling dan masuk kelas menjadi pengalaman tersendiri. Aura perjuangan pendidikan untuk rakyat Indonesia di Negara orang lain. (Nah, bagian detail juga tidak bisa saya tulis di sini).

Setelah berbincang, berkeliling, dan berbagi pengalaman kurikulum 2013 yang diterapkan di SIKL, tidak terasa waktu sudah menunjukkan pk 10.15. Dan, kami masih punya waktu sekitar 4 jam sebelum check in di bandara KLCC. Humas SIKL yang menerima kami mengusulkan mampir dulu di pasar seni, karena aku bertanya tentang di mana membeli bendera dari berbagai Negara. Lagi pula stasiun pasar seni terletak sebelum KL Sentral. Jadi kami bisa mampir sejenak di pasar seni mencari bendera dan menikmati pasar yang baru buka.

Aku tidak terbiasa membeli oleh-oleh saat melakukan perjalanan. Hmm, bukan karena pelit atau tidak romantis, iya sih aku tidak romantis. Hahaha … Sebenarnya karen aku lebih nyaman membawa tas backpack yang pastinya tidak cukup mampu menampung banyak barang. Tas backpack aku isi 3 potong baju dan 3 bawahan dengan perjalanan 5 hari, 2 paket souvenir dari Indonesia untuk 2 sekolah yang kami kunjungi. Aku punya sih tas backpack yang mampu menampung 15 Kg. Tapi dalam kondisi perjalanan berkeliling itu tantangan tersendiri, jadi MAAF … bagi yang berharap oleh-oleh dari saya, saya tidak mampu memenuhinya. Hehehe …

Setelah menikmati pasar seni selama 1 jam 30 menit, kami menuju KL sentral yang selalu ramai. Kami segera mencari loket tiket menuju KLCC, seseorang mengarahkan kami pada mesin tiket. Dengan memasukkan 3 lembar seringgit, kami mendapatkan 1 koin biru dan kembalian. Koin itulah yang kami gunakan untuk transportasi menuju KLCC dengan naik monorail. Dari KLCC kami lanjut membeli tiket menuju KLIA 2 untuk fliht ke Hat Yai. Dengan membayar 10.65 ringgit satu jam perjalanan menuju KLIA 2 aman dan lancar. KLIA 2 ternyata sangat luas dan berkelok-kelok untuk mencapai ruang tunggu pesawat Air Asia. Aku membayangkan KLIA 2 ini 100 kali lipat luas sekolah di mana aku mengajar. Sebagai orang desa aku masih terperangah dan harus selalu membaca informasi yang tersebar di sana sini.



Penerbangan Kuala Lumpur – Hat Yai ditempuh dalam 1.20 menit, airasia cukup lancar dan nyaman. Bandara Hat yai tidak ramai, check passport lancar dan cepat. Kami segera naik taxi menuju Red Planet hotel, tempat inap yang nyaman di tengah kota dan dikelilingi pasar tradisional sekaligus pasar modern. Dalam perjalanan menuju Red Planet, aku mencoba berkomunikasi dengan pak sopir, ooooh … kami seperti dua orang asing yang saling berusaha memahami bahasa dan keinginan masing-masing. Hahaha …. Negara baru, suasana baru, komunikasi baru, dan budaya baru. Tapi, akhirnya kami saling memahami kesulitan ini dan tetap tertawa bersama hingga Red Planet hotel kami temui.
Makanan halal dijual di beberapa sudut gang dan mereka sangat memahami orang-orang yang memakai jilbab sepertiku. Jalan-jalan sendiri di malam hari cukup aman asal tidak terlalu malam, bagiku pk 09.00 di Hat Yai sudah cukup. Saat berjalan-jalan hindarilah beberapa sudut yang ada kedai makanan dengan minuman keras. Beberapa orang bebas minum-minum meski mereka belum terlihat mabuk. Sudahlah, yang penting aku sudah belajar budaya, bagaimana komunikasi cukup sulit di Hat Yai, beli di took dengan produk makanan dengan merk yang tertulis dalam bahasa Thailand. Sungguh tidak aku pahami … hahaha … untuk kemanan halal, aku selalu pilih makanan yang berhubungan dengan laut. Aku menikmati malam di Hat Yai dengan puas karena bisa menikmati jalanan sebagai pelancong.




Pagi yang cerah, aku mengabadikan suasana pagi berbatas jendela kaca kamar lantai 5. Cuaca panas sangat terasa di Hat Yai, sedikit menyengat dan sepertinya telah melegamkan warna kulit menjadi semakin eksotis. Grup bersiap diri menuju Songkla University dengan transportasi khas di sana, Tuk Tuk! Negosiasi harga terlihat sulit karena bahasa yang tidak mudah dipahami. Setiap orang harus membayar 20 baht untuk sampai di Songkla University. Sepanjang perjalanan aku sangat tidak nyaman dengan kabel-kabel listrik yang terlihat sangat tidak teratur. Namun, sesampainya di Sonkla, aku terbelalak melihat kampus yang begitu luas. Sebenarnya di Indonesia juga ada sih, namun tetap ini lebih besar.


Kali ini aku melihat anak-anak muda yang berseragam, bawahan hitam, atas putih. Nah, meski mahasiswa mereka masih berseragam. Dan ini di semua universitas Thailand, hanya saja di Songkla masih sangat banyak mahasiswi yang berjilbab. Ya, kampus ini masih memiliki banyak mahasiswa muslim karena daerah Songkla prosentase muslim masih cukup banyak. Namun, aku tetap tidak mampu mendengar suara adzan secara langsung. Dan itu bisa dipahami, berada di Negara yang tetap yakin dengan penyembahan pada makhluk yang diyakini memiliki kekuatan dari Tuhan. Aku diam tapi bergerak, bergerak tapi diam. Hehehe …










Yang “menarik” dari Hat Yai, aku melihat kabel-kabel listrik berseliweran di sana sini. Entah karena tidak ada yang mengusulkan ketertiban tata kota atau bagaimana. Terlihat menyeramkan karena di tengah jalan besar pun, kabel dengan seenaknya menggelantung seperti siap menjadi jemuran pakaian. Gedung yang cukup eksotik dengan desain dan warna-watni yang menggugah semangat, menjadi terlihat membahayakan karena kondisi kabel. Semoga saat aku bisa berkunjung kembali ke Thailand, pemandangan ini akan berubah dengan kondisi yang lebih rapi.


Panas matahari menyengat kulit, Jum’at berlalu tanpa ibadah sholat jum’at bagi para laki-laki. Semoga menjadi pembelajaran pada masing-masing diri. Kampus yang luas dan besar, mahasiswa yang terlihat imut-imut, dan suasana kantin yang ramai. Aku memilih minum teh Thailand dengan harga 10 baht. Penjaga took menunjukkan kalkulator agar aku bisa baca harga segelas teh. Cara yang sederhana dalam berkomunikasi. Setelah berkeliling kampus, waktunya persiapan perjalanan kembali ke Kuala Lumpur. Kamin singgah di masjid Sahe Pakistan, sepertinya satu-satunya masjid di sana. Dan memang, di masjid ini ada banyak wajah tampan dengan kulit yang cukup bersih dan hidung mancung, mata tajam, dan berjenggot. Letak masjid ini berasa di daerah yang cukup ramai, karena seberang jalan masjid sudah ada lapak-lapak pedagang. Dari masjid aku menyusuri jalanan menuju hotel untuk mengambil tas. 





Sebelum jam berangkat, kami masih bisa membeli sesuatu minimal souvenir sebagai kenangan dan hadiah. Waktu 3 jam sangat cukup untuk memilih dan membeli, aku tidak mudah tertarik dengan sesuatu, karena lembar 100 bhat ku masih cukup aku beli beberapa barang. Seorang penjual yang sudah cukup tua menarik tanganku, menjelaskan produk, dan memintaku membeli. Beliau memberi harga, menurunkan harga sendiri, dan aku tidak bisa tidak membelinya. Perjuangan yang luar biasa, bonus dengan pelukan sebelum kami berpisah. Naik bus menjadi pilihan yang nyaman, dengan kursi 1 banding 2 para penumpang dangat nyaman. Pak sopir juga memberi kesempatan penumpang untuk makan malam, aku tidak cukup selera makan. Mungkin karena telah terbiasa makan maksimal 2 kali sehari, jadi cukup untuk menyimpan tenaga tidur hingga Bandar Tasik Selatan. 





Jangan terlalu terlelap ya, karena kita akan melakukan check passport lagi, keluar dari Thailand menuju Malaysia!



Bersambung ….

Senin, 26 September 2016

TADABBUR PENDIDIKAN I

Menapak Jalan di Singapura dan Silaturahim Pendidikan

Siapa yang tidak tertarik dengan perjalanan murah ke luar negeri?
Perjalanan bersama grup ada suka dan ada tantangannya. Bersama grup bagi yang belum pernah melakukan perjalanan akan sangat membantu untuk tidak tersesat jalan. Bagi yang sudah terbiasa melakukan perjalanan, tantangannya adalah harus mampu mengikuti ritme grup dan belajar menyesuaikan diri.

Perjalanan saya kali ini, melintas tiga Negara di asia. Singapura, Thailand, dan Malaysia. Kami berkelompok bersama 22 orang; ada mahasiswa, pengurus organisasi, aktivis, dosen, dan guru. Kami cukup menyiapkan uang Rp. 2.350.000 untuk tiket pesawat, bus antar negara, dan penginapan. Dan Rp 350.000 untuk biaya tour. Selebihnya untuk makan dan transportasi dalam perjalanan tour dipegang masing-masing peserta. Mengapa demikian? Tentu saja agar peserta mengalami sendiri proses membeli tiket baik secara langsung maupun bertransaksi dengan mesin. Atau yang terpenting peserta berhak menentukan menu dan tempat yang mereka inginkan untuk makan.

Hmm, karena tahun ini diberi amanah sebagai humas di sebuah sekolah, maka saya menggunakan kesempatan kali ini untuk bersilaturahmi dengan beberapa pahlawan pendidikan di Negara tetangga. Entah, berbeda dengan 3 tahun lalu, saya masih bisa menikmati liburan dengan perasaan berlibur. Namun, setelah menulis beberapa karya saya jadi kurang nyaman jika hanya menikmati liburan. Syarat liburan saya harus dengan orientasi pendidikan, entah berbagi pengalaman atau menimba ilmu.

Setelah berdiskusi dengan tour leader, apakah saya bisa melakukan perjalanan yang berbeda dari kelompok saat jadwal tertentu? Misalnya, ketika agenda mengunjungi Merlion di Singapura saya tidak ikut, saya memilih mengunjungi sebuah sekolah untuk bersilaturahmi. Dan jawabannya adalah “tidak masalah”. Akhirnya, segera saya browsing dan mencari informasi tentang sekolah yang bisa saya kunjungi.


Tour leader yang kebetulan pernah mendapatkan beasiswa di NUS, putranya sekolah di madrasah Al-Irsyad Singapura. Dari beliau saya mendapatkan e-mail kepala sekolah dan browsing membuat saya mendapatkan informasi tentang aktivitas di sekolah tersebut. Saya juga menemukan e-mail admin melalui browsing. Surat saya emailkan dengan CC kepala madrasah. Begitu juga ketika saya ingin belajar dari Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Dengan cara yang sama saya mengirim email, tanggapan hangat dalam menjalin silaturahmi menjadi angin segar.
Perjalanan kami mulai pada tanggal 22 September dengan penerbangan JET STAR pukul 12.50 WIB. Kami saling berkenalan dan tidak ada masalah, segera akrab dan berbincang. Changi Airport pk. 16.10 waktu setempat, kami tiba dan melakukan check passport. Aman sampai pada orang ke 21, dan orang ke-22 terkena random check. Beberapa pertanyaan diberikan, kepentingan di Singapura, berapa lama tinggal, berapa uang yang dibawa, dan kesesuaian foto paspor dengan wajah asli. 
Hahaha … Aman …

Oh ya, jangan lupa mengambil peta yang tersedia secara gratis di bandara ya! Pasti akan sangat membantu kita saat berada di Singapura!

Tujuan pertama kami seharusnya langsung meluncur ke Marina Bay, niatnya agar esok hari bisa focus di National University of Singapore. Namun, interogasi yang cukup lama tidak memungkinkan kami ke Marina Bay. Akhirnya kami langsung menuju stasiun Bugis, tujuan kami adalah Sleepy Kiwi hostel backpacker yang terletak di Jl. 55 Bushorah Street, Bugis, Singapura.
Oh ya, di Singapura kita harus benar-benar memperhatikan jalur MRT. Ada jalur hijau dan jalur merah, kita bisa lihat urutan jalur ini di peta, papan informasi yang sangat mudah dilihat, dan tentu saja di dalam MRT itu sendiri. Jika kita keliru ambil jalur, maka kita bisa bingung dengan jalur MRT dan tidak akan sampai di tempat tujuan tentunya. Tapi jangan khawatir, turun di stasiun yang sudah terlanjur salah, lihat lagi informasi jalur baru kembali naik MRT yang benar.

Satu lagi, sebelum kita naik MRT kita bisa membeli kartu transportasi EZ-Link. Cukup beli dengan harga $12 kartu memiliki isi $7. Insha Alloh cukup digunakan selama 2 hari berada di Singapura, mungkin sekitar 10-12 kali pakai. Dan lebih baik kartu ini disimpan dalam dompet atau tempat yang aman, karena saat masuk lokasi MRT ini pasti digunakan dengan cepat. Di Singapura semua berjalan cepat, kalau kita lambat ya pastinya tertinggal. Meski ini kali kedua saya ke Singapura, namun masih harus mengingatkan diri sendiri. Saya sempat kehilangan grup karena lupa menaruh kartu Ez-Link dalam tas yang terlalu banyak kantongnya.

Tips:
Jika anda terpisah dari grup, jangan panik dulu. Buka peta, pastikan anda tahu alamat yang akan dituju, pelajari dengan seksama. Jika masih bingung, tenangkan diri, baca semua tanda-tanda di sekitar kita (jalan, rute, dan apa saja yang kira-kira bisa ditemukan di peta). Jika masih belum memahami, bertanyalah kepada orang di sekitar anda. Hmmm, tidak susah menemukan orang Indonesia di Singapura. Hahahaha…..

Okay, hostel backpacker yang kami tempati lumayan murah dengan sarapan pagi ala bule, buah-buahan yang teriris rapi, roti tawar (biasa dan gandum), serta 4 jenis selai yang sesuai selera; Keju, kacang, coklat, strawberry. Yap, Sleepy Kiwi Hostel backpacker sangat sederhana dan nyaman. Memilih hostel yang dekat dengan area muslim adalah hal yang menyamankan. Kita mudah mendapatkan makanan halal dan suasana damai. Menikmati malam di sekitar masjid Sultan sungguh  sangat menyenangkan. Toko souvenir, seven eleven, kedai-kedai makanan tersedia dengan lengkap. Melihat berbagai wajah yang berbeda, berkomunikasi, dan sekedar saling lempar senyum sebagai tanda sapa.


Subuh di Singapura pk 5.50 waktu setempat, masih gelap dengan udara segar. Berjamaah di masjid adalah pilihan indah, setelah berjamaah kami berdiskusi tentang budaya yang ada di Singapura. Pk 7.30 persiapan bersih diri, karena pk. 08.00 sarapan baru siap. Nah, perjalanan ilmiah akan dimulai. Rombongan persiapan menuju Marina Bay, saya bersiap diri menuju Braddle road dengan taxi untuk bersilaturahmi dengan para pejuang di madrasah Al-Irsyad. Sopir taxi sangat membantu dengan informasi sepanjang jalan, dan belia mengantarkan ke tujuan dengan pelayanan yang aman dan nyaman.

Ups, saya lupa saat menulis  surat kunjungan masih dengan persepsi jam di Indonesia. Mereka bilang sudah menunggu satu jam lalu, saya saya minta maaf dengan tulus dengan kesalahan ini. Gedung al-Irsyad terlelak bersebelahan dengan Departmen Agama Singapura. Mereka berjuang untuk tegak berdiri dalam menciptakan sebuah lembaga yang membantu muslim di Singapura. (Cerita ini tidak detail ya, karena akan menjadi topic saya di salahsatu majalah pendidikan).


Singkat cerita, lingkungan diciptakan sedemikian rupa untuk mengantarkan generasi muslim agar mampu menebarkan Islam sebagai agama damai dan rahmat seluruh alam. Dan semoga kami bisa segera merumuskan kerjasama bersama dengan mereka. Karena pembahasan ini masuk dalam agenda diskusi kami. Kepala sekolah dan asisten kepala sekolah mengantarkan kami ke pintu gerbang, bahkan mereka membayar taxi kami menuju Central Library National University of Singapore. Sesampainya di NUS, kami menunggu grup sambil menikmati luasnya kampus. Bus antar fakultas tersedia untuk umum, saking luasnya area di university ini. Pakaian para mahasiswa ini sangat bebas, sandal jepit, celana sangat pendek, dan banyak hal yang menarik perhatian. heheha …

Saat menunggu grup, aku meminta bantuan pada salahsatu mahasiswa untuk koneksi internet. Dan, mereka sangat ramah, membantu setting wifi dengan ID mereka, karena wifi memiliki secure. Dan wifi siap digunakan! Untuk orang asing seperti saya dan mendapatkan keramahan sedemikian, seperti minum es teh saat kehausan. Tour leader menjelaskan bagian-bagian dari kampus dan beberapa jenis kegiatan yang ada di sana. Seharusnya kami diterima secara resmi, namun dosen yang bertugas tiba-tiba harus ke Jogjakarta memberikan kuliah, maka kami hanya berkeliling saja.




Cukup dengan perjalanan ilmiah di dua lembaga pendidikan hari ini, sungguh dua sisi pandang yang menabrak pikiranku. Aku telah berkecimpung di dunia pendidikan selama belasan tahun dan masih ada selaksa pengetahuan yang harus aku jelajahi. Terutama bagaimana menjadi guru yang bisa diteladani. Allohu Akbar! Terpampang segala kekurangan diri dalam perjalanan kali ini, bertemu dengan pribadi-pribadi luar biasa selalu menghadirkan niat baru dalam evaluasi. Itulah mengapa saya suka menjelajah tempat baru.

Bersambung di perjalanan Johor Bahru – Kuala Lumpur – Thailand J