Menu Tab

  • BERANDA
  • PUISI
  • MOTIVASI
  • INDOOR
  • OUTDOOR

Selasa, 12 April 2016

SPIRITUALITAS ALA SAIM Part II

Bagaimana kerapian sandal dan sepatu menjadi tema dalam belajar spiritual di SAIM?

Sandal dan sepatu yang tertata rapi menghadirkan kesan apik dan nyaman. Secara sederhana, pribadi-pribadi yang menyempatkan diri untuk menata sandal atau sepatu mereka, maka bisa dilihat karakter telaten, rapi, sadar lingkungan, dan memperhatikan keindahan. Sikap ini hadir bukan tiba-tiba, tetapi perlu belajar membiasakan diri secara terus menerus. Proses belajar menghadirkan kebiasaan yang baik ini selalu ada lika-liku perjuangannya.

Guru dan orangtua wajib untuk menjadi teladan dalam membangun kebiasaan yang baik. Naluri imitasi pada diri anak masih cukup mendominasi, terlebih di usia dini dan anak-anak. Jangan dikira di usia ABG dan remaja mereka juga tidak ingin meniru? Bedanya, ketika usia dini dan anak-anak peniruan dilakukan anak pada lingkungan terdekat dan pribadi-pribadi terdekat. Pada usia ABG dan remaja mereka memiliki tokoh-tokoh idola yang bakal menjadi cermin proses imitasi mereka.

Nah, sebelum mereka menemukan tokoh idola di luar rumah, tantangan bagi orangtua dan guru adalah mampu menjadi tokoh idola di sekitar mereka. Sehingga ketika masa ABG dan remaja mereka akan mengagumi orang lain; gaya bicara, berpakaian, hidup, dan lainnya tetapi masih bisa menggunakan akal sehat dan cerdasnya untuk memilih tokoh mana yang lebih baik.

Kembali ke masalah sandal; sandal dan sepatu hanya datu contoh kecil, kerapian loker, buku catatan, dan kerapian pakaian juga menjadi pembelajaran yang membutuhkan kebiasaan. Ini akan cukup sulit dilakukan bagi anak-anak yang memiliki fasilitas bantuan istimewa sejak kecil. Ada asisten rumah tangga, keluarga yang selalu khawatir akan kondisi anak-anak mereka, dan sikap memanjakan anak sebagai suatu hal yang tidak disadari sikap inilah yang MELEMAHKAN anak.

Masalah sandal dan sepatu kok ya jadi berat jika dikaitkan dengan spiritual ya? Lho lho … bagi orang yang senang belajar, ini bukan berat dan memberatkan. Malah akan menjadi tantangan untuk ditaklukkan. J



Bagaimana Setting Pembelajaran dengan Bermain Bisa Menjadi Dunia Spiritual?

Proses pembelajaran yang biasa terjadi dalam dunia pendidikan kita;
Guru mengucapkan salam, bertanya kabar hari ini, menulis di papan, meminta siswa mencatat, siswa diberi pertanyaan, siswa menjawab, siswa yang tidak bisa menjawab tidak dibimbing untuk menemukan jawaban, berdo’a selesai belajar, keluar kelas atau pulang.


Proses pembelajaran yang inovatif;
Guru datang dengan wajah riang, melihat dengan cermat keadaan emosi siswa, merespon dengan tepat, berolah peran sesuai kebutuhan anak, memulai pembelajaran dengan persoalan nyata, mengajak diskusi mencari solusi, memikirkan kemungkinan solusi lain, mengevaluasi proses, merancang proyek, member tantangan, menyelesaikan proses dengan kalimat:
“Kita tunggu hasil penelitian anak-anak hebat di kelas ini besok ya!”
Setting bermain mampu mengajarkan semua karakter dalam kondisi gembira. Misalnya, “Melajutkan Kata”.
Anak-anak berbaris sesuai urutan tinggi badan, kemudian mereka bergantian melanjutkan kata yang telah ditulis oleh teman sebelumnya. Hingga orang terakhir menulis kata penutup.

Permainan ini mengajarkan, bagaimana memberi kesempatan kepada orang lain. Pandai mengisi dan mewarnai ide orang lain menjadi sempurna. Bersabar menunggu giliran bermain dan mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama.
Setiap permainan sesungguhnya mengajarkan segala sesuatu, guru dan murid butuh berdiskusi untuk memaknai setiap permainan dengan nilai-nilai kehidupan. Bermainlah dalam hidup, namun jangan permainkan kehidupan.


Dunia Spiritual di Ruang Makan

Makan adalah kebutuhan pokok manusia, kebutuhan pokok ini kalau tidak terpenuhi dalam diri anak, maka efeknya akan lebih dahsyat dari yang terjadi pada orang dewasa. Jika orang dewasa menyebut perilaku negatif hadir dari kebutuhan dasar, yaitu makan.
“Mengapa anda melakukan pencurian?”
“Karena saya terpaksa Pak, anak saya tidak makan”
“Mengapa anda melakukan perbuatan negatif ini?”
“Saya terhimpit ekonomi Pak?”

Dan berbagai macam kejahatan yang dilakukan manusia karena kebutuhan pokok ini tidak terpenuhi. Dan anak-anak, jiwa yang murni jika mengalami persoalan ini maka bisa kita bayangkan, pendidikan masa keemasan akan mengalami proses yang terbelokkan oleh rasa lapar.

Oleh karena itu, menyiapkan bekal makanan untuk anak adalah WAJIB bagi orangtua. Jika orangtua tidak punya waktu, maka harus ada manajemen waktu yang baik atau diskusi yang menenangkan serta upaya yang bermakna untuk persoalan ini. Bekal sederhana yang dibawa akan sangat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental anak-anak kita. Jika jalan memberikan uang jajan harus kita lakukan, maka seyogianya ananda uang menjadi topik pembelajaran yang sangat baik.

Ketika jam makan siang, pelajaran dari ujung ke ujung sudah menanti anak-anak. Bagaimana mereka mengantri, menservice diri sendiri, makan dengan bersih dan teratur, serta menyempurnakan dengan mencuci piring-piring mereka. Sungguh pembelajaran karakter yang terintegrasi secara sempurna dalam satu kegiatan yang kita anggap sangat biasa. Di meja makan juga terjadi percakapan sederhana yang mampu menjadi moment katarsis bagi anak. Melepaskan cerita sederhana dan tertawa bersama. Sungguh spiritualitas yang alami dengan proses alami.



Dunia Spiritual Dalam Disiplin Diri

Seorang anak yang cukup sering terlambat masuk sekolah, apakah perlu dihukum?
Hmmm, hukuman fisik? Hukuman mental? Atau, hukuman sosial?
Hukuman fisik pasti meninggalkan luka luar dalam, rasa sakit dan rasa kesal. Hukuman mental? Waaah, ini malah akan dikenang sepanjang zaman. Hukuman sosial? Tunggu dulu, mungkinkah ini pilihan yang tepat?
Hukuman apapun yang diberikan kepada anak, pasti menyakitkan. Oleh karena itu, membangun kesadaran adalah hal pertama yang akan kita lakukan.
“Mengapa kamu terlambat hari ini?”
“Macet Ust Ustadzah”
“Berapa jarak rumah dan sekolah”
“Saat lancar, biasanya hanya 30 menit”
“Hmm, pukul berapa kamu ?”
“Aku tidak lihat jam Ust”
“Sholat Subuh kan?”
“Aku sudah minta dibangunkan”
Wajahnya sudah mulai bingung, kalimatnya terasa berat.
“ Oh, antri mandi sama adik?”
“Iya, dia lama sekali sarapan!”
“Jadi macetnya di rumah?”
“Iya Ustadzah”
“Baiklah, sepertinya kalau kamu melakukan banyak kebaikan akan cukup meringankan beban hatimu hari ini. Jadi, apa yang akan kamu lakukan agar kekurangan ibadah tadi pagi bisa sedikit seimbang?”
“Aku menata sandal di masjid ya Ust?”
“Baik, terima kasih ya”
“Tapi aku juga ingin menghafalkan surat As-Syams karena aku tidak sholat Subuh”
“Baiklah, terima kasih”

Terlambat masuk sekolah, mungkin hal yang biasa terjadi. Namun, komunikasi yang baik dan benar akan sangat mempengaruhi pandangan guru terhadap anak didik. Membangun kesadaran untuk memahami persoalan pribadi, menganalisa, dan membuat keputusan adalah kemampuan logika tingkat tinggi. Spiritualitas inilah yang sangat perlu dibangun secara sistematis pada usia anak.
Bersepatu mungkin hal yang sangat biasa, tetapi bersepatu adalah media pembelajaran kedisiplinan, tanggung jawab, ketelitian, dan kemandirian. Anak-anak yang terbiasa dilayani, akan mengalami sindrom ketidak pedulian, bahkan pada diri sendiri.

Jika kesalahan terulang berkali-kali, maka merumuskan tanggung jawab apa yang harus dilakukan anak, itu kunci kebijaksanaan. Mungkin, dalam tanggung jawab, anak akan memilih tanggung jawab fisik; naik turun tangga, keliling lapangan, dan lainnya. Di sisi mental, bisa saja anak memilih tidak masuk kelas dan membantu


Leadership Camp dan Spiritual 


Menjadi seorang pemimpin yang tangguh dan mampu mengemban amanah harus dilatih sejak dini. Membuat sebuah keputusan yang tepat juga membutuhkan proses dan seberapa banyak anak menghadapi masalah. Semakin banyak anak memiliki kesempatan untuk “bermasalah”, anak akan memiliki berbagai pilihan jalan untuk mencari solusi.

Leadership Camp didisain sebagai sebuah kegiatan tantangan kerjasama individu, kelompok kecil, dan kelompok besar. Menginap di sekolah merupakan sebuah training untuk membentuk jiwa kemandirian dan tanggung jawab. Berbagi tempat tidur, tantangan tepat waktu dan mengikuti semua kegiatan dengan semangat hingga akhir.

Kamar yang biasa ber-AC menjadi kamar dengan alas sleeping bag dan penuh dengan teman, satu kamar 20 anak. Hmm, pengalaman yang pastinya tidak akan terlupakan. Belum lagi nyamuk dan suasana gerah yang kadang membuat mata tidak lantas terpejam. Sekolah melatih diri anak dengan hal-hal yang kadang tidak terlintas dalam bayangan orangtua yang selalu menginginkan putra putrinya nyaman dan terlindungi.

Namun, ketahuilah ketidak nyamanan ini yang membuat otak kita aktif dan mengembara untuk mencari solusi terbaik dalam menghadapi hidup. Kondisi-kondisi yang tidak kita inginkan, adalah kondisi yang kita butuhkan. Untuk melatih diri, berempati, berdamai dengan keadaan, dan menciptakan ketahan diri secara alami.
Pemimpin yang tangguh tidak terlahir dalam kondisi aman, nyaman, dan segala sesutaunya terpenuhi. Pemimpin yang tangguh digembleng sedemikian rupa untuk mampu merasakan berbagai sisi kehidupan, sehinggan pemimpin peka terhadap sekitarnya dan mampu menemukan solusi dengan baik.


Outbound dan Spiritual

Hidup jauh orangtua dalam usia anak mungkin tidak pernah terbayang dalam benak anak-anak yang terbiasa hidup dengan nyaman dan penuh kasih sayang orangtua. Diajak masuk keluar hutan, bekerja sama di alam terbuka dan menghadapi tantangan alam. Hujan yang tidak terprediksi, panas yang kadang tak cukup bersahabat. Semua pengalaman itu menjadikan anak-anak mengenal diri dan Tuhannya, melalui perjalanan yang terlihat biasa namun terasa istimewa.

Menangis karena ingin pulang, entah karena tidak nyaman atau rindu kasih ayah dan bunda. Tertawa bahagia dan bangga melihat diri mampu menjalani ujian dunia, sungguh kebahagiaan mereka tidak sebanding dengan kebahagiaan para ustadz/ustadzah dan mama/papa yang bangga dengan kekuatan hati dan pikiran anak-anaknya.
Memilih tema dalam Leadership Camp dan outbound ini melalui sebuah rute perjalanan dalam satu tahun, memilih dan memilah kompetensi apa yang masih perlu ditingkatkan oleh anak-anak. Integrasi proses pembelajaran terwujud dalam disain kegiatan, tempat baru, suasana baru, pengalaman yang selalu baru.

Pemilihan tempat, persiapan yang tidak asal jadi, dan semua diperhitungkan dengan resiko-resiko yang kira-kira. Lahirnya generasi yang memahami diri, Tuhan, dan sekitarnya menjadi sesuatu yang nyata, Insha Alloh! 

SPIRITUALITAS ALA SAIM Part I

Apakah arti kata spiritual? Mari kita baca beberapa definisi tentang kata spiritual berikut:
Spiritual/spi·ri·tu·al/ a berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin).
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :

1)      Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2)      Menemukan arti dan tujuan hidup,
3)      Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4)      Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.

Nah, sekarang kita simak apa yang ada di Sekolah Alam Insan Mulia. Sekolah ini dibangun dengan fondasi filosofi yang kuat. Memberi makna pada setiap sudutnya, menjadi materi pembelajaran bagi guru dan siswa-siswinya.


Pada suatu pagi, wajah cantik bunda bermata sipit datang menghampiri.
“Permisi, saya mau bertanya”
Sepasang ayah dan bunda berwajah Chinese menyapa ketika para guru berjejer di pintu gerbang menyambut kedatangan anak-anak mengawali hari dalam proses belajar mereka di sekolah.
“Iya Bapak/Ibu, ada yang bisa kami bantu?”
“Saya ingin informasi tentang bagaimana cara mendaftarkan anak saya di sekolah ini?”
“Mari kita duduk di kursi lobby saja ayah dan bunda”
Sesampainya kami di lobby, duduk berbincang tentang semua hal; proses pembelajaran, aturan, kegiatan ekstra, dan semua yang menjadi pertanyaan beliau terjawab. Ada satu pertanyaan terakhir yang harus kami jawab juga.
“Maaf Ust, apakah ini sekolah Islam?”
“Iya Ayah, ini sekolah Islam”
“Hmm, jadi kami tidak bisa mendaftarkan anak kami di sekolah ini? Karena kami bukan muslim?”
“Ooh, demikian ya Bunda. Iya, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya”
“Kami sangat ingin anak kami mendapatkan proses pendidikan seperti ini Ust. Mengapa tidak untuk umum saja?”
“ Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya ayah dan bunda. Kami merasa sangat terhormat melihat harapan ayah dan bunda. Namun, kami memang disain sekolah Islam dan tidak bisa menyediakan keragaman fasilitas keagamaan”
“Baiklah Ust, semoga kami segera menemukan sekolah yang asri, ramah, dan energi bahagia di mana-mana”
“Amin, semoga ayah dan bunda. Kami sangat senang dengan kunjungan ayah dan bunda”
“Jika demikian, kami pamit ya Ust”
“Baiklah, silakan”
Setelah mengantarkan ayah dan bunda sampai ke pintu gerbang, saya termenung dan mulai berpikir tentang segala hal yang telah kami lakukan di sekolah ini dalam setiap proses pembelajaran yang menunjukkan perbedaan identitas kami dengan sekolah lain. Terutama dalam sisi “Spiritual” yang menjadi fondasi bangunan karakter generasi muslim yang kami bimbing sekaligus menjadi guru kami.
Sebenarnya apa saja yang sudah dilakukan di Sekolah Alam Insan Mulia dan sangat membutuhkan kerjasama dengan orangtua untuk menghasilkan pendidikan karakter yang melahirkan generasi cinta agama dan melaksanakan setiap kewajiban tanpa keterpaksaan?


Mengapa Disain Kelas Unik?

Segi 8 adalah simbol penjuru mata angin, dan dalam disain ruang segi delapan memperlihatkan keleluasaan dan memungkinkan anak bergerak dengan bebas. Tidak ada yang merasa unggul karena selalu di baris depan, atau merasa minder selalu berada di bangku belakang. Semua siswa merasakan posisi duduk yang sama dalam berbagai kreasi bentuk.

Dua pintu melambangkan banyak jalan dalam menyelesaikan sebuah masalah, bisa juga diterjemahkan dengan pintu rezeki. Jika pintu satu tertutup, maka sambutlah pintu lain. Pintu ini juga bisa dikreasikan untuk brain storming, menciptakan suasana baru setiap hari.
Jendela yang terbentang di tiga sisi ruang, memberikan arti bahwa generasi ini tidak boleh terlena di kandang sendiri. Meski di dalam sedang berproses belajar, tetapi siswa masih bisa melihat kejadian di luar yang memungkinkan mereka untuk mengasah daya pikir visioner. Melihat jauh ke depan dan memilah mana yang terbaik untuk dirinya. Persoalan yang bukan bagiannya akan dipercayakan pada ahlinya.
Meja dan kursi yang berwarna warni, ukuran yang disesuaikan dengan perkambangan tulang sesuai usia, dan dinding warna warni dengan hiasan materi atau karya anak selalu menjadi daya tarik istimewa. Menghargai karya anak, menjadikan dinding sebagai sudut informasi, serta memberikan nutrisi pada otak anak dengan keceriaan warna dan informasi yang sesuai dengan apa yang sedang dipelajari dalam kurun waktu tertentu.


Mengapa Diskusi antara Anak dan Guru di Sekolah Menjadi Utama?

Kegiatan diskusi bersama anak baik dalam proses pembelajaran maupun proses penyelesaian masalah anak menjadi fokus utama di SAIM. Bahkan, para guru akan melakukan pending untuk menyelesaikan target pembelajaran demi menuntaskan persoalan anak terlebih dahulu. Proses ini dilalui untuk memberi kesempatan anak dalam menguraikan persoalan mereka dan mencari solusi yang tepat untuk mereka sendiri.
Guru berperan sebagai pendengar yang baik. Melihat dan menimbang semua yang ada, menempatkan diri di tengah-tengah, meski kadang tahu siapa yang harus diberi keadilan. Jurus keadilan akan dihadirkan ketika salahsatu subyek sudah “terdholimi”. Sesungguhya siapa yang telah belajar spiritual di sini?
Guru dan murid tentunya!
Tidak menutup kemungkinan ketika anak bercerita kepada orangtua, maka orangtua juga akan belajar mencari jawaban dari sebuah pertanyaan sederhana dari persoalan anak-anak. Tantangan bagi orangtua untuk melihat setiap detail persoalan dalam ranah keadilan. Melihat dan merasakan darah daging sendiri sedih dan merasa didholimi.


Bagaimana sikap terbaik yang bisa dilakukan orangtua?
Mendengarkan keluh kesah anak?
Berdiskusi dengan ustads/ustadzah kelas?
Bertemu dan diskusi dengan psikolog?
Mengingatkan anak dengan kalimat positif?
Membekali anak dengan kemampuan komunikasi dan solusi?
Menghakimi anak atau teman yang bermasalah dengan anak?
Menghubungi orangtua teman dan berdiskusi/bersilaturahim?
Memutuskan tali silaturahim antar orangtua?
Menuntut pihak sekolah untuk persoalan anak?
Semua pilihan jawaban tersedia dari beberapa sudut pandang. Dan orangtua PASTI akan lebih bijaksana dalam memilih tindakan, bahkan akan menemukan sejuta pilihan bagi para orangtua yang bijaksana.




Mengapa Belajar Spiritual dalam Kegiatan Berkebun?

Kegiatan berkebun merupakan kegiatan yang mengasah salahsatu kemampuan lifeskill, namun di sisi lain berkebun memiliki ruang spiritualitas sangat tinggi. Yap! Ada banyak kajian yang hadir dalam kegitan ini, diantaranya:
a.       Menerima keragaman teman dalam kelompok
b.      Berbagi tugas dan kewajiban
c.       Memahami ilmu sains tentang media tanam
d.      Merasakan profesi sebagai petani
e.       Mempelajari proses perawatan tanaman
f.       Belajar berapa lama proses pertumbuhan
g.      Berapa harga tanaman yang nanti dipenen
h.      Bisa diolah menjadi apa saja tanaman tersebut
i.        Mempelajari mengapa pertumbuhan tanaman tidak sama
j.        Berusaha untuk menolong tanaman yang tidak subur
k.      Bagaimana jika ada teman yang tidak sengaja merusak tanaman?
l.        Belajar mengenal makluk lain yang juga ingin hidup di tanaman (ulat,hama, dll)
m.    Bagaimana tumbuhan bisa merespon rasa sayang manusia?
n.      Adakah ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang tanaman?
o.      Siapakah Sang Maha Pencipta itu?


Jika menanam ini dikaji secara mendalam satu per satu, didiskusikan dan diceritakan dengan menarik, sepertinya satu bulan bisa jadi belum cukup membahas ini. Hehehe … Sekolah Alam Insan Mulia melakukan pembelajaran secara langsung, mempertanyakan, mencari jawaban, dan memperluas pemikiran anak dari berbagai sisi. Dunia spiritual dalam proyek menanam tidak terasa nyata dalam kurun waktu sebulan dua bulan. Namun, pengalaman spiritual tersebut telah bersemayam menyusun puzzle pengalaman anak dan berkembang dengan motivasi yang diberikan oleh orangtua di rumah.

Apalagi bagi orangtua yang menyediakan waktu khusus untuk diskusi dan belajar bersama anak tentang hal-hal yang nyata. Sungguh, pengalaman yang lengkap dan penuh makna untuk mengisi kehidupan mereka di hari kemudian. Peran guru dan orangtua hampir sama dalam hal ini; menjadi salahsatu dari sekian banyak referensi, tempat bertanya, penyampai informasi, dan tentu saja menjadi guru yang bisa menjawab rasa penasaran anak.


Demikian juga ketika kegiatan observasi pantai, hutan, koleksi nama tanaman dan hewan di sekolah, mengamati lingkungan, dan semua kegiatan yang dirumuskan dengan nilai-nilai spiritual. Nilai spiritual ini tidak hanya diberikan, namun perlu persiapan yang baik, diskusi yang melibatkan pemikiran anak, dan evaluasi bersama sehingga muncul pemahaman yang lengkap tentang segala sesuatu.




Mengapa Suasana Kelas dan Pembelajaran Harus Selalu Berubah?

Otak kita akan bekerja lebih cepat jika mendapatkan nutrisi yang tepat. Nutrisi otak kita adalah pengetahuan yang benar. Stimulus yang diberikan kepada otak kita bisa beragam. Mengubah posisi meja dan kursi di kelas, mengajak anak melakukan sesuatu dengan cara baru, membalik gambar, menulis dengan tangan kiri, dan lain-lain.

Media yang tidak dipikirkan anak namun mampu digunakan guru sebagai sebuah pembelajaran, itulah kesan yang tak tergantikan. Menjadikan kursi sebagai becak, kereta, dan berbagi macam alat transportasi dalam sebuah pembelajaran pasti sangat menyenangkan.


Lagu, kisah, dan pengalaman yang menarik akan menjadi inspirasi bagi anak-anak. Bahkan, kita tidak perlu banyak menasehati jika gur dan orangtua cerdas dalam berkisah. Kisah menjadi pengantar materi akhlak dan menanamkan jiwa yang penuh dengan spiritualitas yang baik.

Sabtu, 02 April 2016

AYAHKU KETANGGUHANKU



“Peran Ayah Yang Tak Tergantikan”


Seorang ibu menggerutu tentang sikap anaknya. Si ibu merasa si anak menjadi masalah. Begitu juga dengan si ayah, mencari nafkah tanpa jeda. Mereka melahirkan yang disebut amanah, namun belum cukup menampakkan kesyukuran atas amanah. Mungkin juga belum memahami apa arti amanah.
Anak tidak bisa memilih, orangtua seperti apa yang melahirkan mereka. MAka sesungguhnya dalam pendidikan, bunda adalah madrasah dan ayah adalah kepala sekolahnya. Jika mau melihat kehancuran anak-anak, cukup lahirkan mereka, kemudian abaikan.

Luqman? Mengapa mendapatkan tempat istimewa dalam al-Qur’an?
Siapakah Luqman? Apakah Luqman seorang ibu? Bukan Luqman adalah seorang ayah, mendapatkan tempat istimewa dalam kalam Alloh SWT. Pelajaran mendidik anak melaui ayat-ayat langit, bukan keilmuan modern di dunia ini.

“Jika PENDIDIKAN kita tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah Rosululloh, maka akan terjadi penyimpangan atas kebenaran dan kebaikan”

Peran ayah merupakan peran sentral dalam pendidikan. Dalam al-Qur’an disebutkan 17 kali dialog antara orangtua dengan anak. 14 kali menyebut ayah, 2 kali menyebut ibu, dan 1 kali tidak disebutkan (kedua orangtua). Pelukan sang ayah pada anak lelakinya akan menguatkan, pelukan ayah pada anak perempuannya akan menenangan. Ini berarti, tugas dialog dengan anak sesungguhnya adalah ayah. Namun, dalam kehidupan kita realita yang terjadi adalah sebaliknya.
Jika anak hidup tanpa pelukan ayah, maka bisa jadi saat dewasa akan terjadi penyimpangan karakter laki-laki dan perempuan.

Ayat An-Nisa: 9
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا

“Dan hendaklah takut kepada Alloh, orang-orang yang seandainya meningalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S An-Nisa’: 9)
Kelemahan seperti apakah yang dimaksud?
1.      Lemah Fisik
2.      Lemah Mental
3.      Lemah Intelektual
4.      Lemah Spiritual
5.      Lemah Finansial
Takut kepada Alloh SWT dan mengucapkan perkataan yang benar adalah kunci pendidikan yang disebutkan dalam ayat di atas.
Ayah adalah pribadi yang dapat menghancurkan keluarga, ketika sosok ayah belum mampu menjadi kepala sekolah.
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 
Siapakah yang diperintahkan untuk menyelamatkan keluarga dari api neraka? Kepala keluarga tentunya.
Maka, jika dalam keluarga itu telah terdapat perbedaan prinsip utama, yaitu agama. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat ibu yang egois dan ayah yang tidak peduli dengan keselamatan keluarganya.
Surga di telapak kaki ibu

Maka ketika ibu melangkahkan kaki pada kebaikan, sesungguhnya ibu telah menuntun anak-anaknya pada kebaikan. Sebaliknya, jika ibu melangkahkan kaki pada keburukan, maka tidak perlu menyalahkan jika anak menjadi generasi yang tidak bisa diharapkan.
Keteladanan orangtua menjadi cermin bagi anak-anaknya. Ketika orangtua meminta anak untuk melaksanakan jama’ah, maka orangtua harus menjadi contoh berjama’ah. Jika orangtua meminta anak untuk jujur, maka orangtua lah guru kejujuran yang utama. Jika orangtua berharap anak mampu menghafalkan juz 30, maka orangtua sudah hafal juz 30 dan juz 29.
Yang perlu diperhatikan, “Berikanlah pengasuhan anak kepada orang lain, maka tidak akan ada masa menikmati hasil pendidikan yang diharapkan”
Nenek dan kakek adalah orangtua yang super wajib dihormati dan perlakukan dengan sangat baik. Namun, meyerahkan pengasuhan anak kepada beliau berdua belum menjadi pilihan bijak. Karena rasa cinta beliau kepada cucunya, melebihi cinta kepada anak-anaknya. Dan cinta inilah yang terkadang menjadi cinta yang menjauhkan anak dari kesempurnaan proses belajar.
Terkadang yang saat ini kita lakukan adalah:

Bekerja mati-matian untuk mendapatkan segala hal yang tidak bisa dibawa mati

Maka, para orangtua harus kembali mengkaji arti amanah pada diri anak masing-masing. Hanya ada tiga hal yang akan dibawa manusia kepada kehidupan berikutnya:
Pertama: Sodaqoh Jariyah
Kedua: Ilmu yang berguna
Ketiga: Anak sholeh dan sholehah yang mendo’akan kedua orangtuanya
(Catatan dari Parenting di Sekolah Alam Insan Mulia Surabay)
Speaker: Suhadi Fajaray