Menu Tab

  • BERANDA
  • PUISI
  • MOTIVASI
  • INDOOR
  • OUTDOOR

Jumat, 28 Desember 2012

Beach Observation


We proud to be a fourth grade. Why? Because in a fourth grade we have beach observation. And we will monitoring our program until the next year. The next fourth grade will continuing the program.






Our program are; Study how to make a ice block, interview in a fish auction, live in a village, and beach observation (water, beach habitat, and mangrove).





We are not only monitoring water but also the beach environment. Pollutant in a sailor village still a big problem. Especially for ocean's water.
Oil and garbage made water dirty and stink. It means, that is not health environment.






One more program, we have a new team in the village. Students from village. They plant together with us.




Sabtu, 15 Desember 2012

PIKIR DAN HAWATIR

Setelah semalaman diguyur hujan, bau sedap tanah masih tercium dalam setengah sadarku. Ketika adzan Subuh berkumandang. Mataku dan hatiku masih berdiskusi untuk segera beranjak menuju kamar mandi, atau menuruti tubuh yang masih tergeletak. Mungkin karena suasana dingin masih menyelimuti, jadi tubuhku ingin memanjakan diri. Sedetik kemudian bunyi sms di hp ku memaksa mataku untuk membacanya. "Apakah anda jadi jalan-jalan pagi?".
Sejenak aku mengingat janjiku untuk jalan-jalan pagi jika hujan tidak turun. Akhirnya, aku menjawab sms tersebut, "Ya Pak, pukul 04.45 saya berangkat".
Aku bergegas bangkit dan menuju kamar mandi, membersihkan muka, kemudian berwudlu. Setelah selesai sholat dan persiapan jalan pagi cukup, aku mengambil sepatu usangku. Hmmm, terlalu lama aku tidak memakai sepatu ini, berdebu, dan hampir tidak cukup. Aku bersihkan ala kadarnya, karena aku akan memakainya jalan pagi.
Perjalananku cukup panjang, kira-kira 3 Km (kalau salah kira ya maaf), hehehe. Sebelum mulai perjalanan aku melakukan warming up terlebih dahulu. Aku juga membawa hp dan sejumlah uang untuk kepentingan di jalan. Tepat pukul 04.45 aku mulai perjalananku.
Keluar dari pagar, aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Berpikir memilih jalan mana yang akan kuambil. Jika ke kanan berarti aku akan melewati perumahan besar dengan gedung-gedung bak istana, sepi, dan aku sendiri di pagi hari yang masih diselimuti mendung.
Kalau aku ambil jalur kiri, aku akan melewati persawahan, rumah penduduk, pemakaman umum, Liponsos, dan tambak. Aku tidak yakin itu juga akan ramai, karena mendung masih mampu membuai mimpi bagi yang ingin bermalas-malasan di hari Minggu.
Aku akan ambil jalan yang kiri dengan segala resikonya. Aku mulai perjalananku, seperti biasa selalu ada lafadz-lafadz yang muncul tanpa aku panggil setiap aku melakukan perjalanan sendiri. Aku belajar menikmati perjalan pagi dengan mendungnya. Sampai di persawahan, dari belakan aku mendengar suara sepeda yang dikayuh. Sebenarnya aku tidak ingin menoleh, tetapi untuk keamananku aku harus memastikan.
Aku menoleh ke belakang, kulihat seorang lelaki muda mengayuh sepeda. Aku segera meluruskan pandangan dan sedikit bergegas dengan lari kecil.
Sebenarnya, selintas aku mengingat sebuah kejadian dimana tepat di area persawahan ini, pernah ada kejadian mutilasi. Huuuuuft, ngeri!!! Jadi secara reflek aku menoleh untuk memastikan situasi dan menyiapkan keberanianku. Paranoid!!! Hehehe ....
Aku sudah memasuki perkampungan, masih sepi! Ternyata mendung dan hujan tadi malam masih menyisakan aura kemalasan yang dibungkus dalam tidur pagi.
Aku melintasi jembatan pendek yang menghubungkan gang berikutnya. Aku mulai melihat beberapa ibu-ibu beraktifitas. Mereka menyiapkan sayur dan tempe, pasti itu untuk sarapan keluarga mereka. Aku hanya menunduk ketika melintasi mereka yang sedang asyik mencuci sayur bayam, kangkung, dan lainya.
Seorang bapak tua di depan rumah, seperti bersiap untuk menyehatkan badan dengan olah raga ringan. Aku tersenyum kepada bapak itu dan menyapa dengan sapaan khas Jawa, "Monggo Pak". Bapak itu mengulang kata "monggo" dan memberi senyuman balik untukku.
Ketika di ujung gang aku sadar, matahari sudah mulai menampakkan bias sinarnya. Aku tersenyum menyambutnya dan kekhawatiranku berangsur menurun. Aku melihat jam di hpku, pukul 05.05. Hmm, ternyata perjalananku baru 20 menit. Siap! Sepertinya, menit berikutnya akan lebih lancar karena aku akan melintasi pemakaman umum, Liponsos, dan area tambak. "Enggak juga sih", pikirku. Hehehe ... khawatir lagi kan?
Bagaimana tidak?, pernah saat pukul lima pagi aku sudah bersiap di depan pagar, sudah siap jalan pagi. Tiba-tiba dari arah kiri, kulihat seorang lelaki tanpa  busana berjalan sendiri. Aku langsung masuk kembali dan membangunkan Pak Satpam, meminta untuk mengusir lelaki itu. Pak satpam malah menjelaskan, "Kemarin dia masih pake celana, hari ini kok sudah enggak. Itu mungkin orang gila yang lepas dari Liponsos". Waduh .... !!!!
Segera kubuang pikiran resahku, syukurlah ... aku melihat seorang ibu jalan bergegas, seperti tak mau ketinggalan sesuatu. Dua ekor kucing bertengkar di belakangnya, namun ibu itu tetap berjalan cepat tanpa menghiraukan kucing yang akhirnya juga saling berkejaran melewati kakinya.
Aku mengarahkan pandangan ke sebelah kiri, area pemakaman umum. Kulihat di tengah ada gazebonya, aku tidak ingin mengamatinya. Kuarahkan pandangan ke kanan, pemakaman umum juga. Ada dua bangunan seperti rumah ibadah yang sedang dalam rangka dibangun.
Sesaat, aku segera mengarahkan pandanganku ke sebuah pintu gerbang. Ya, Liponsos! Dengan harapan baik, aku melihat ke pintu gerbang. Kulihat pintu sedikit terbuka, dan seorang tertidur di depan pos jaga. Mungkin itu salahsatu satpam yang sudah lelah berjaga semalaman.
Aku mempercepat langkah hingga setengah berlari. Langkahu tertahan, karena aku mendengar kicau burung yang tidak biasa kudengar.Ini Surabaya, kota metropolitan ke dua sesudah Jakarta. Dan, aku masih mendengar suara kicau burung ini?
Oooh, ternyata di depan sebuah wisma/panti, pepohonannya masih sangat rindang. Itu yang membuat burung-burung itu senang tinggal di situ. Rasanya sangat menyenangkan!
Belum usai kekagumanku mendengar nyanyian burung, aku dikejutkan dengan rumah-rumah penduduk yang sebelumnya aku ketahui sebagai daerah pemulung, sekarang sudah rata dengan tanah. Aku melihat puing-puing rumah rata, dan hamparan sampah bercampur, berserakan. Kemana saja aku selama ini? Hingga aku tak mengetahui daerah ini sudah berubah.
Di tengah pengamatanku, aku melihat ada sebuah warung lesehan. Masih juga ada kegiatan entrepreneur di tengan hamparan bekas sampah ini? Manusia ... manusia! Untuk bertahan hidup atau memanfaatkan situasi dan kondisi ya?
Sudahlah, jika aku asyik menjadi pengamat pagi ini, aku tidak akan segera sampai di ITS. Daerah padat sudah di depan mata, terminal, pasar pagi, dan kendaraan mulai hilir mudik. Aku meilhat jam di hpku, pukul 05.30. Okeh, aku sudah jalan kaki selama 45 menit.
Aku segera menghitung lama waktu yang kubutuhkan untuk sampai di tempat tujuanku. Oke, aku pasti bisa mencapainya dalam 10 menit. Benar, setelah aku mengabaikan keramaian pagi di daerah pasar, aku segera melintas gang kecil. Melalui jembatan kecil dan antri untuk menunggu giliran jalan, karena dari arah yang berlawanan masih ada sepeda yang ingin melalui jembatan tersebut terlebih dahulu.
Tepat 10 menit, sesuai dengan perkiraanku! Yes! Alhamdulillah, aku sampai dengan selamat!
(untuk lanjutan cerita, lain waktu ya!)