Menu Tab

  • BERANDA
  • PUISI
  • MOTIVASI
  • INDOOR
  • OUTDOOR

Sabtu, 18 Februari 2012

Rumahku Surgaku

"PENDIDIKAN PERTAMA adalah RUMAH". Aku mengingat masa kecilku, mungkin karena saat ini rasa rindu kepada emakku kembali datang. Seminggu lalu aku baru pulang, namun hanya sejenak karena tugas.
Aku bertanya, sebenarnya apa yang kurindukan? Apakah peluk hangatnya? Tidak, karena aku sudah lupa kapan terakhir kali kami melakukannya. Aku cukup malu melakukannya, karena kami tidak terbiasa. Meski saat ini, aku membiasakan diri ketika pulang, aku akan mencium pipi emak. 
Aku merindukan perhatiannya, aku merindukan setiap kata yang diucapkan sebagai do'a. Kasih sayang yang tercurah melalui apa saja, masakan yang disajikan begitu lezat, karena aku tahu emak memasak dengan cintanya.
Aku merindukan saat kami berjama'ah sholat maghrib, berdo'a bersamanya begitu damai. Aku merindukan jiwanya, ya yang kurindukan adalah JIWA bukan fisiknya. 

Jika aku bicara tentang Abahku, maka aku tak akan mampu menuliskan banyak kata. Abahku tak banyak bicara, beliau lebih banyak melihat dan mendengar. Untuk dekat dengan Abah ketika kecil aku terkadang harus menjadi anak "badung". Karena itu yang akan membuat Abah "memperhatika aku".

Beliau selalu melakukan yang terbaik bagi orang lain, perhatiannya terhadap pendidikan di desa tak mampu kudeskripsikan. Menjadi guru dan tokoh masyarakat, bekerja sampai larut malam, memenuhi semua administrasi yang diperlukan untuk jalannya sebuah organisasi.
Aku tidak mengerti saat itu, mengapa beliau begitu keras berjuang. Setelah jauh darinya, ketika bertemu aku melihat wajah sedihnya. Aku bertanya kepada emak, "Mengapa Abah terlihat sedih?", emak menjawab: "Abahmu mendengar berita kalau salah satu muridnya sedang terlibat masalah dengan polisi".
Beliau begitu terpukul jika mendengar muridnya dalam keadaan "tidak baik". Saat itu aku tahu betapa beliau merasa bertanggung jawab atas apa yang beliau ajarkan.
Setiap malam beliau bangun untuk tahajjud, kelemahan fisiknya tak pernah menghalanginya untuk melakukan yang terbaik untuk masyarakat.  

Ketika beliau harus kembali, saat-saat terakhir aku diberi kesempatan untuk menemaninya. Dan aku tak mampu mengatakan apapun, aku menyentuh tanganya dan berkata: "Abah, semua yang Abah ajarkan InsyaAllah akan selalu menjadi jalan hidupku karena Allah SWT sangat mencintai Abah"
Ya, aku bukan merindukan fisiknya, aku merindukan saat-saat berbakti, aku merindukan kediaman beliau yang mengajari aku tentang banyak hal. Dan, aku tak pernah kehilangan beliau,

Aku merindukan Abah dan Emak ku karena pelajaran hidup yang diberikan padaku sudah menjadi jalan hidup yang membawaku hanya kepada kebaikan dan kebahagiaan.
Mereka selalu berkata kepada kami anak-anaknya:
"Kami minta maaf, jika nanti tidak ada harta yang kami tinggalkan. Kami hanya memberi bekal ilmu untu kalian".

Itu hanya sepenggal kisah hidupku, aku merasa Abah dan Emak adalah guru sejati. Di sisi lain, aku selalu mengingat guru-guru terbaikku, karena mereka juga merupakan puzzle jalan hidupku.
Sudah 8 tahun aku menjadi guru ... Aku bertemu dengan banyak jiwa yang beraneka warna. Aku merasa belum melakukan apa-apa. Bercermin dari apa yang dirasakan Abah, aku harus belajar beberapa hal.
Pelajaranku tak akan bermakna, jika ayah dan ibu dari murid-muridku belum turut menjadi guru. Kelasku tak akan menjadi syurga, jika rumah murid-muridku belum menjadi syurga bagi mereka.
Karena penaku tak akan mampu melukiskan masa depan mereka, tanpa warna yang ditorehkan ayah dan ibu murid-muridku.
Karena Kelasku hanyalah rumah kedua, sedangkan RUMAH mereka akan selalu menjadi yang PERTAMA.

Semoga kita semua berada dalam syurga dunia yang penuh cinta,
Ketika sejenak saja kita jauh, akan ada kerinduan untuk kembali,
Menemukan jiwa-jiwa yang mendamaikan dan menyandingkan kita dengan Sang Maha Guru. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar