Menu Tab

  • BERANDA
  • PUISI
  • MOTIVASI
  • INDOOR
  • OUTDOOR

Sabtu, 09 Maret 2013

MAKANAN, AKTIVITAS, dan IBADAH

Secara tidak sengaja, saya menghitung berapa banyak biaya yang saya gunakan dalam satu bulan. Transportasi, sosialisasi, dan tentu saja kebutuhan fisik tubuh alias makan.
Ternyata, pengeluaran terbesar adalah untuk makan.
Ketika bertemu dengan seorang ayah dari anak didik saya. Kami secara tidak sengaja berdiskusi tentang makanan halal dan haram. Teramat sederhana memang dan telah menjadi sebuah kewajiban untuk memenuhi kebutuhan makan bagi manusia yang masih hidup.
Untuk mencari sesuap nasi dalam peribahasanya, seorang manusia bisa melakukan apa saja.
Berdagang, menjadi motivator, berbisnis apa saja, sampai maaf ... melakukan segala cara yang hampir "abu-abu" arti kehalalannya.
Halal secara syari'at dan secara "benda" itu sendiri sudah ada panduan yang jelas. Seperti daging babi, bangkai, dan lainya. Dan itupun kadang masih dicari "celah" nya, agar menjadi halal.
Tidak sedikit manusia juga sudah mulai bosan dengan daging ayam, kambing, sapi, dan lainnya. Sudah banyak cerita tentang manusia memakan manusia.
"Astaghfirullah ... "
Bagaimana dengan halal secara "perolehannya"? Ini yang harus menjadi pelajaran hati-hati dan waspada.
Bagaimana tidak? Karena tubuh membutuhkan nutrisi makanan untuk bisa kuat. Jika tubuh kuat, maka manusia bisa beraktifitas.
Nah! Hubungannya apa ya, makanan, tubuh kuat, dan aktifitas kita?
Segala sesuatu yang terjadi kepada kita selalu berhubungan seperti rangkai makanan. Apa yang kita makan akan mempengaruhi kesehatan tubuh kita.
Kesehatan kita berpengaruh terhadap aktivitas kita.
Aktivitas kita adalah perilaku kita. Nah, perilaku kita adalah ibadah kita!
Jika cara memperoleh makanan kita itu sudah tidak baik, maka dari mana efek kebaikan itu akan diproses melalui makanan yang mensuplai tenaga tubuh kita?
Jika seorang pekerja kemudian tidak disiplin, tidak profesional, apakah gaji yang ia peroleh bisa dikatakan halal 100 %?
Ketika bertugas kemudian tidak bertanggung jawab atas tugasnya. Apakah kehalalan gajinya juga bisa dipertanggung jawabkan.
Mungkin, apa yang saya pikirkan dan saya tulis ini terlalu berlebihan.
Tetapi, kita bekerja untuk memperoleh upah/gaji, dan gaji itu yang kita wujud dengan segala keperluan kita.
Dan sekali lagi makanan adalah kebutuhan primer manusia yang selalu berusaha dipenuhi.
Ketika bangsa kita ini sudah memiliki banyak masalah yang aneh-aneh, mungkin karena halal dan haram makanan yang kita konsumsi saat ini sudah "bercampur" menjadi hukum "Abu-abu" semua.
Ketika pulang ke desa, saya menyempatkan untuk berbincang-bincang dengan sanak saudara dan tetangga tentang makanan yang mereka konsumsi.
Berawal dari perasaan ibu ketika menyusui anak-anak mereka. Mereka mulai sadar, bahwa perasaan ketika menyusui itupun cukup berdampak terhadap perilaku anak-anak mereka.
Dan menyusui juga proses mensuplai makanan kepada si bayi.
Mengapa anak-anak kita tidak patuh, suka membantah, dan mampu berbohong? Mungkin, kita juga perlu kembali mengevaluasi makan dan proses memperoleh makanan tersebut.
Mengapa ada manusia yang cepat dalam menghafal al-qur'an, kepeduliannya tinggi, dan amanah, InsyaAllah juga bisa kita evaluasi dari sisi makanan yang dikonsumsi mereka.
Semoga tulisan saya yang amburadul dan belum berujung ini, akan menjadi bahan evaluasi saya pribadi dan menyentuh semangat untuk evaluasi diri bagi orang lain.
Akhir kata mohon maaf dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar