Selusur Kuala Lumpur - Malaysia MENUJU Hat Yai - Thailand
Hari ke-2, setelah bersilaturahmi
dengan pejuang pendidikan ISLAM di madrasah Al-Irsyad, dan berjalan-jalan di
National University of Singapore kami naik bus kampus menuju stasiun MRT. Perjalanan
menuju Thailand akan ditempuh rombongan dengan naik bus dari stasiun bus Johor
Bahru. Tetapi sekali lagi aku memutuskan berbeda dari mereka. Perjalanan Johor
Bahru – Thailand hampir 13 jam. Surat yang aku emailkan ke Sekolah Indonesia
Kuala Lumpur (SIKL) meminta kami untuk hadir di hari efektif sekolah. Setelah
melihat jadwal penerbangan Kuala Lumpur – Hat yai pas dengan jadwal kedatangan
grup di Hat Yai. Aku mencoba mengatur jadwal, bus Johor Bahru – Kuala Lumpur, kemudian
lanjut flight Kuala Lumpur – Hat yai.
Lagi pula jadwal grup hanya observasi pasar murah di Hatyai, jadi tidak masalah
kalau aku ketinggalan acara hunting pasar Hat Yai. Aku bisa sisipkan agenda itu
besok, pikirku.
Di Johor bahru, ada teman dari
desa yang baik hati menjemput dan mengajak bersilaturahmi ke keluarga di Johor
Bahru. Kami sangat senang karena bertemu di Negara orang lain. Kami makan
bersama dan bercerita sambil menunggu jadwal bus pk 00.00 dan diperkirakan
sampai di BTS atau Bandar Tasik Selatan pada pukul 05.00. Ya, aku memilih
jadwal ini dengan alasan sederhana, mandi di Flat keluarga, istirahat di bus,
pagi tidak perlu mandi. Hahaha … Bus dari Johor Bahru – Bandar Tasik Selatan
sangat nyaman. Aku langsung terlelap Dan, tepat waktu! Pk 04.50 bus sudah
berhenti di BTS. Segera aku mencari toilet dengan tulisan TANDAS (bahasa melayu),
mushollah dengan tulisan surau adalah pilihan pertama. Sholat subuh dilaksanakan
tanpa berjamaah, mungkin karena menghormati
tata cara sholat yang berbeda di antara jamaah. Seusai sholat, aku mempelajari
rute di stasiun yang sangat besar ini. BTS merupakan terminal yang
menghubungkan kita dengan berbagai jenis alat transportasi dan destinasi tempat
wisata.
Setelah memahami petunjuk, bersama
seorang kawan guru aku membeli karcis KTM seharga 2.40 ringgit. Letak sekolah
yang akan kami kunjungi hanya bersebelahan dengan stasiun Putra. Insha Alloh
kami akan mudah menemukan sekolah tersebut. Pk 06.00 loket tiket dibuka, KTM
berjalan dengan aman dan nyaman. Jika kita mau ke destinasi terakhir,
sebenarnya kita akan bertemu wisata Batu Caves. Namun, aku bukan wisata biasa
melainkan wisata pendidikan. Stasiun putra termasuk stasiun kecil dan tenang. Benar! Saat melihat bendera Merah Putih
berkibar di lokasi layaknya perayaan 17 Agustus, aku melihat tidak hanya satu
bendera, dan perasaanku seperti menemukan kampung halaman.
Kami diterima dengan sangat
hangat, kue, teh manis, dan keramahan asli Indonesia! Gedung eksotik
peninggalan penjajah menjadi daya tarik tersendiri. Berkeliling dan masuk kelas
menjadi pengalaman tersendiri. Aura perjuangan pendidikan untuk rakyat
Indonesia di Negara orang lain. (Nah, bagian detail juga tidak bisa saya tulis
di sini).
Setelah berbincang, berkeliling,
dan berbagi pengalaman kurikulum 2013 yang diterapkan di SIKL, tidak terasa
waktu sudah menunjukkan pk 10.15. Dan, kami masih punya waktu sekitar 4 jam
sebelum check in di bandara KLCC. Humas SIKL yang menerima kami mengusulkan mampir
dulu di pasar seni, karena aku bertanya tentang di mana membeli bendera dari
berbagai Negara. Lagi pula stasiun pasar seni terletak sebelum KL Sentral. Jadi
kami bisa mampir sejenak di pasar seni mencari bendera dan menikmati pasar yang
baru buka.
Aku tidak terbiasa membeli
oleh-oleh saat melakukan perjalanan. Hmm, bukan karena pelit atau tidak romantis,
iya sih aku tidak romantis. Hahaha … Sebenarnya karen aku lebih nyaman membawa
tas backpack yang pastinya tidak
cukup mampu menampung banyak barang. Tas backpack aku isi 3 potong baju dan 3
bawahan dengan perjalanan 5 hari, 2 paket souvenir dari Indonesia untuk 2
sekolah yang kami kunjungi. Aku punya sih tas backpack yang mampu menampung 15
Kg. Tapi dalam kondisi perjalanan berkeliling itu tantangan tersendiri, jadi
MAAF … bagi yang berharap oleh-oleh dari saya, saya tidak mampu memenuhinya. Hehehe
…
Setelah menikmati pasar seni
selama 1 jam 30 menit, kami menuju KL sentral yang selalu ramai. Kami segera mencari
loket tiket menuju KLCC, seseorang mengarahkan kami pada mesin tiket. Dengan
memasukkan 3 lembar seringgit, kami mendapatkan 1 koin biru dan kembalian. Koin
itulah yang kami gunakan untuk transportasi menuju KLCC dengan naik monorail.
Dari KLCC kami lanjut membeli tiket menuju KLIA 2 untuk fliht ke Hat Yai.
Dengan membayar 10.65 ringgit satu jam perjalanan menuju KLIA 2 aman dan
lancar. KLIA 2 ternyata sangat luas dan berkelok-kelok untuk mencapai ruang
tunggu pesawat Air Asia. Aku membayangkan KLIA 2 ini 100 kali lipat luas
sekolah di mana aku mengajar. Sebagai orang desa aku masih terperangah dan
harus selalu membaca informasi yang tersebar di sana sini.
Penerbangan Kuala Lumpur – Hat
Yai ditempuh dalam 1.20 menit, airasia cukup lancar dan nyaman. Bandara Hat yai
tidak ramai, check passport lancar
dan cepat. Kami segera naik taxi menuju Red Planet hotel, tempat inap yang
nyaman di tengah kota dan dikelilingi pasar tradisional sekaligus pasar modern.
Dalam perjalanan menuju Red Planet, aku mencoba berkomunikasi dengan pak sopir,
ooooh … kami seperti dua orang asing yang saling berusaha memahami bahasa dan keinginan
masing-masing. Hahaha …. Negara baru, suasana baru, komunikasi baru, dan budaya
baru. Tapi, akhirnya kami saling memahami kesulitan ini dan tetap tertawa
bersama hingga Red Planet hotel kami temui.
Makanan halal dijual di beberapa
sudut gang dan mereka sangat memahami orang-orang yang memakai jilbab
sepertiku. Jalan-jalan sendiri di malam hari cukup aman asal tidak terlalu
malam, bagiku pk 09.00 di Hat Yai sudah cukup. Saat berjalan-jalan hindarilah
beberapa sudut yang ada kedai makanan dengan minuman keras. Beberapa orang
bebas minum-minum meski mereka belum terlihat mabuk. Sudahlah, yang penting aku
sudah belajar budaya, bagaimana komunikasi cukup sulit di Hat Yai, beli di took
dengan produk makanan dengan merk yang tertulis dalam bahasa Thailand. Sungguh
tidak aku pahami … hahaha … untuk kemanan halal, aku selalu pilih makanan yang
berhubungan dengan laut. Aku menikmati malam di Hat Yai dengan puas karena bisa
menikmati jalanan sebagai pelancong.
Pagi yang cerah, aku mengabadikan
suasana pagi berbatas jendela kaca kamar lantai 5. Cuaca panas sangat terasa di
Hat Yai, sedikit menyengat dan sepertinya telah melegamkan warna kulit menjadi
semakin eksotis. Grup bersiap diri menuju Songkla University dengan
transportasi khas di sana, Tuk Tuk! Negosiasi harga terlihat sulit karena
bahasa yang tidak mudah dipahami. Setiap orang harus membayar 20 baht untuk
sampai di Songkla University. Sepanjang perjalanan aku sangat tidak nyaman
dengan kabel-kabel listrik yang terlihat sangat tidak teratur. Namun,
sesampainya di Sonkla, aku terbelalak melihat kampus yang begitu luas.
Sebenarnya di Indonesia juga ada sih, namun tetap ini lebih besar.
Kali ini aku melihat anak-anak
muda yang berseragam, bawahan hitam, atas putih. Nah, meski mahasiswa mereka
masih berseragam. Dan ini di semua universitas Thailand, hanya saja di Songkla
masih sangat banyak mahasiswi yang berjilbab. Ya, kampus ini masih memiliki
banyak mahasiswa muslim karena daerah Songkla prosentase muslim masih cukup
banyak. Namun, aku tetap tidak mampu mendengar suara adzan secara langsung. Dan
itu bisa dipahami, berada di Negara yang tetap yakin dengan penyembahan pada
makhluk yang diyakini memiliki kekuatan dari Tuhan. Aku diam tapi bergerak,
bergerak tapi diam. Hehehe …
Panas matahari menyengat kulit,
Jum’at berlalu tanpa ibadah sholat jum’at bagi para laki-laki. Semoga menjadi
pembelajaran pada masing-masing diri. Kampus yang luas dan besar, mahasiswa
yang terlihat imut-imut, dan suasana kantin yang ramai. Aku memilih minum teh
Thailand dengan harga 10 baht. Penjaga took menunjukkan kalkulator agar aku
bisa baca harga segelas teh. Cara yang sederhana dalam berkomunikasi. Setelah
berkeliling kampus, waktunya persiapan perjalanan kembali ke Kuala Lumpur. Kamin
singgah di masjid Sahe Pakistan,
sepertinya satu-satunya masjid di sana. Dan memang, di masjid ini ada banyak
wajah tampan dengan kulit yang cukup bersih dan hidung mancung, mata tajam, dan
berjenggot. Letak masjid ini berasa di daerah yang cukup ramai, karena seberang
jalan masjid sudah ada lapak-lapak pedagang. Dari masjid aku menyusuri jalanan
menuju hotel untuk mengambil tas.
Sebelum jam berangkat, kami masih bisa
membeli sesuatu minimal souvenir sebagai kenangan dan hadiah. Waktu 3 jam
sangat cukup untuk memilih dan membeli, aku tidak mudah tertarik dengan sesuatu,
karena lembar 100 bhat ku masih cukup aku beli beberapa barang. Seorang penjual
yang sudah cukup tua menarik tanganku, menjelaskan produk, dan memintaku
membeli. Beliau memberi harga, menurunkan harga sendiri, dan aku tidak bisa
tidak membelinya. Perjuangan yang luar biasa, bonus dengan pelukan sebelum kami
berpisah. Naik bus menjadi pilihan yang nyaman, dengan kursi 1 banding 2 para
penumpang dangat nyaman. Pak sopir juga memberi kesempatan penumpang untuk
makan malam, aku tidak cukup selera makan. Mungkin karena telah terbiasa makan
maksimal 2 kali sehari, jadi cukup untuk menyimpan tenaga tidur hingga Bandar
Tasik Selatan.
Jangan terlalu terlelap ya, karena kita akan melakukan check passport lagi,
keluar dari Thailand menuju Malaysia!
Bersambung ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar