Menghadiri
agenda Jambore Sekolah Alam ke-3 di Lampung merupakan sebuah moment yang sangat
istimewa. Memikirkan perjalanan panjang dengan mobil dari Surabaya menuju
Lampung, itu berarti lintas pulau!!! Ouch! Cukup menghadirkan ragu karena tubuh
sedang tidak fit. Beberapa pilihan sudah disiapkan; mencari jadwal penerbangan
yang pas dengan waktu dan penjemputan oleh panitia, menghubungi teman untuk
singgah dan mendapat guide, atau cancel karena kondisi sangat
dibutuhkan baik di sekolah dan beberapa agenda besar pelatihan penanganan
autisme bersama Universitas Airlangga Surabaya “UNAIR’ dan Musyawarah Wilayah
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia “ICMI” di Malang Jawa timur.
Beberapa
pertimbangan cerdas dan bijaksana dibutuhkan untuk mengambil keputusan.
Berdamai dengan diri sendiri, menyelesaikan semua tugas dan kewajiban,
menyiapkan segala yang dibutuhkan sebelum berangkat harus maksimal. Karena jauh
dari anak-anak dalam waktu yang cukup lama di awal semester terasa cukup berat.
Dan, diujung kegalauan … do’a untuk yang terbaik dan berharap mendapatkan
kebaikan adalah peredamnya. Bismillah … dijalani sebagai ibadah. Amin …
Perjalanan
panjang dengan segala penat dan ketidak nyamanan, hingga hanya mampu memejamkan
mata agar waktu cepat berlalu. Goncangan jalanan dan lekukan ombak di
penyeberangan Merak-Bakauheni. Akhirnya, kami mencapai tempat tujuan Sekolah
Alam Lampung saat matahari telah kembali menyinari belahan bumi lain. Sesampainya
di tempat, saling bersalaman dan diajak ke basecamp khusus para ustadzah. Kami disambut
dengan tempat tidur yang mengingatkan aku pada kehidupan pondok pesantren.
Tidur di lantai bersama peserta lain dari berbagai pulau, mengantri mandi, dan
berbagi colokan listrik.
Pagi
menjelang dan pertemuan dengan pribadi-pribadi luar biasa, para guru dari
sekolah alam senusantara, dengan energi pejuang pendidikan yang membawa
kebanggaan almamater masing-masing. Bersilaturahim dan saling berkenalan,
melihat dengan penuh energi positif. Suguhan kreativitas dan budaya lokal
menjadi khas salam selamat datang. Semua inderaku segera melakukan observasi tentang
apa yang bisa diterapkan di sekolah dan berdiskusi tentang spirit sekolah alam.
Ini adalah kesempatan belajar dalam sebuah komunitas yang luar biasa. Energi
TELADAN dan RELIGIUSITAS yang begitu luar biasa telah menjadi nafas dalam
sebuah upaya menyelematkan kehidupan bangsa di tengah persoalan-persoalan yang
yang tidak berujung. Sebuah perjuangan untuk mewujudkan sebuah MISI menjadi
SEKOLAH yang RAHMATAN LIL ALAMIN.
“PENDIDIKAN
adalah KETELADANAN”, kalimat ini yang selalu menjadi PR bagi setiap pribadi
GURU seharusnya. Tidak akan terjadi sebuah perubahan karakter dan budaya, jika
KETELADANAN belum tercipta. Karena anak adalah jiwa yang suci dan memiliki
kekuatan peniruan yang sangat tinggi. Dan berada dalam jaringan pribadi-pribadi
teladan dengan keteguhan menegakkan syariat ISLAM dalam membangung struktur
bangunan sistem pendidikan yang tergabung di SEKOLAH ALAM saya rasakan gemuruh
jihad di jalan Alloh swt. Dan insha Alloh SEKOLAH ALAM INSAN MULIA juga
demikian. Bismillah … AMIN.
Rangkaian
kegiatan fisik dan pelatihan untuk bekal transformasi ilmu kepada para siswa di
sekolah yang dipandu oleh tunas muda di School Of Universe, menjadi
pengalaman yang istimewa. Sesungguhnya musuh terbesar kita adalah diri sendiri.
Kesombongan yang ada dalam diri hanya diketahui Tuhan dan diri sendiri. Maka,
relakan sejenak untuk mengisi hati dengan ketundukan agar mampu menampung
selaksa kebaikan. Dalam komunitas guru muda di kamar kami yang harus diisi oleh
9 orang, aku melihat hampir semua guru mewajibkan diri membaca al-qur’an. Ada
yang bercerita tentang kebiasaan mengaji di sekolah. Melatih keteguhan dan kedisiplinan
diri dengan one day one juz! Oooh, masih jauh dari apa yang telah
kuusahakan.
Kegiatan
jelajah alam, melintas lautan dan mendaki anak gunung Krakatau menjadi bagian
pembelajaran unik. Bangun di tengah malam, merasakan goyangan air laut dan
gelombang. Menahan rasa pusing dan ingin muntah, serta ketahanan fisik untuk
melangkah di lautan pasir yang panas mulai kaki gunung hingga puncak anak
gunung Krakatau menjadi uji karakter asli diri. ada kepedulian, ada keegoisan,
ada kecuekan, dan ada yang hanya menikmati diri sendiri.
Jambore
ini telah mengajarkan dengan halus dan keras, bahkan bisa dikatakan menendang telak
nurani sebagai guru dan tokoh yang seharusnya menjadi teladan. Mengingatkan
kembali arti sebuah dedikasih dan profesionalisme. Rangkuman hikmah yang menjadi
pelajaran terindah diantaranya:
1.
Menjadi
bagian dari sekolah alam WAJIB belajar tentang kekuasaan Tuhan dan mengkaji
hikmahnya.
2.
Sekolah
alam dengan segala kreativitas, inovasi, dan bahkan mungkin dikatakan anti mainstream
memiliki tujuan terciptanya sekolah yang RAHMATAN LIL ALAMIN. Kreativitas dan
inovasi adalah sumber daya yang diberikan oleh Tuhan, dengan menjadi rahmat bagi
semesta alam insha Alloh kreativitas dan inovasi tersebut telah dilandasi oleh
keimanan dan keikhlasan. Jika sebaliknya, maka kreativitas dan inovasi akan
bekerja dalam ranah simbolisme dan euforia.
3.
Menjadi
pribadi yang bermanfaat harus produktif, agar setiap karya bisa menjadi
inspirasi bagi orang lain.
4.
Keikhlasan
itu tak berbalas. Dan hanya Alloh yang Maha Bijaksana yang akan memberikan
lebih banyak keberkahan dalam setiap keikhlasan tersebut.
5.
Jalinan
kekuatan Islam adalah Ukhuwah! Hanya kepada Alloh kita bermahabbah … Maka,
rendahkan hati untuk menerima perbedaan, minimal tidak saling mengganggu dalam menjalani
perbedaan.
Dalam
ceramah seorang penulis buku yang berawal sebagai tukang kebun dan mengabdikan
diri di dunia pendidikan semaksimal mungkin. Dari pengalaman beliau, akhirnya
kami diberi wawasan bagaimana menghitung nilai kenikmatan ikhlas.
Kalimat
yang luar biasa sebagai berikut: “Jika gaji anda 1 juta maka bekerjalah
seolah-olah gaji anda 10 juta”, “Guru itu wajib MEMBERI bukan hanya menerima,
1:10, dan seterusnya”.
Semua
kalimat tersebut telah menghantam saya sedemikian hebat. Belum lagi melihat
iklim tadabbur al-qur’an yang dibangun oleh sebagian besar steak holder
sekolah alam yang lain, membuat saya tertunduk malu. Guru-guru muda yang
benar-benar ingin belajar menjadi TELADAN, khawatir jika keilmuan mereka tidak
berkah, dan berusaha menjadi agen intelektual sekaligus akhlaqul karimah untuk
sekolah masing-masing. Yang demikian telah mengingatkan betapa tugas dan
tanggung jawab sebagai guru adalah amanah yang berujung pada kemuliaan dunia
dan akhirat, ketika guru itu mampu menciptakan KETELADANAN YANG SHOLEH dan
SHOLEHAH.
Dan
INILAH KITA, MUSLIM! Bentuk disiplin diri terkecil adalah lingkungan yang
bersih sebagai tanda sebagian sudut kecil KEIMANAN yang dimiliki seseorang. Kelas
bersih, kantor bersih, kamar mandi bersih, sepatu sandal teratur, dan
tempat-tempat lainpun demikan. Semoga mampu menjadi cerminan sekolah alam yang
belajar dari ketundukan alam semesta kepada pencipta-Nya.